CATATAN AKHIR
(Tulisan sebelumnya: “KO HANYA PUJI TUHAN SA JU…!”)
Dari
uraian dan penjelasan pada tulisan-tulisan terdahulu, sekiranya semua pihak
(gereja/jemaat) mau menyadari kekurangan dan/atau kelemahan kita dalam hal
cara/praktek bernyanyi dan/atau melakukan puji-pujian gerejawi, baik
lagu/puji-pujian liturgi/jemaat maupun lagu/puji-pujian rohani di dalam mengisi
liturgi kebaktian kita.
Pembenahan
sudah harus dimulai dari saat ini untuk bisa mencapai perubahan dan pembaharuan
dalam hal cara/praktek bernyanyi yang baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah (etika dan estetika) berkesenian. Ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan bersama:
- Sudah saatnya semua pihak sadar dan mau merubah pola pikir untuk mulai membenahi dan memperbaiki cara/praktek bernyanyi yang ‘salah’ yang telah menjadi “tradisi’ secara turun-temurun.
- Kita harus bisa membuktikan setiap lagu yang dianggap ‘gampang’ dan ‘lama’ dengan memperlihatkan cara/praktek bernyanyi yang baik, benar dan bertanggung jawab sesuai dengan simbol dan petunjuk notasi yang seharusnya, sehingga disamping memenuhi syarat-syarat etika dan estetika berkesenian, jiwa/spirit lagu/puji-pujian dan/atau jiwa/spirit kekristenan di dalam lagu/puji-pujian pun dapat terselamatkan.
- Kita pun tidak perlu merasa malu (gengsi, pen) untuk mengakui bahwa kita sebenarnya belum bisa bernyanyi sesuai dengan sejumlah prasyarat yang dikemukakan di atas. Kembali ke teks adalah satu-satunya cara ampuh bagi kita sebagai orang Kristen untuk ‘bisa bernyanyi’. Belajar dan berlatih sesuai teks lagu.
- Ungkapan-ungkapan seperti: “Ko hanya puji TUHAN sa ju…!” atau “Yaah…, yang penting puji TUHAN…!” harus disingkirkan jauh-jauh dari hati dan pikiran kita, karena sesungguhnya ungkapan-ungkapan tersebut adalah tipu daya iblis dalam rangka merampas hak-hak dan kekuasaan ALLAH.
- Kita pun harus merubah pola pikir kita bahwa melakukan persembahan lagu/puji-pujian kepada ALLAH haruslah yang terbaik dari yang terbaik.
Semoga TUHAN
menolong kita! (Selesai..!)
0 comments:
Post a Comment