CATATAN AWAL
Aktifitas
puji-pujian gerejawi di dalam setiap proses peribadatan merupakan sebuah bentuk
respon/tanggapan jemaat/peserta kebaktian yang sekaligus juga merupakan sebuah
ungkapan iman akan kebesaran dan kemuliaan ALLAH, kasih karunia, dan penyertaan
ALLAH di dalam kehidupan beriman kita. Sebagaimana puji-pujian jemaat/liturgi,
pemilihan dan penetapan nyanyian/lagu untuk dinyanyikan di dalam sebuah liturgi
kebaktian pun disarankan atau harus mencerminkan nilai-nilai spiritualitas iman
Kristiani yang menjunjung tinggi ALLAH Tri Tunggal sebagai pusat puji-pujian
dan penyembahan, merefleksikan pergumulan rohani jemaat dan/atau gereja, serta
memotivasi pertumbuhan dan perkembangannya.
Berhubungan dengan aktifitas puji-pujian gerejawi, ada kecenderungan yang kurang ‘mengenakkan’ di dalam cara dan/atau praktek bernyanyi yang dilakukan oleh jemaat/gereja (GMIT khususnya) terhadap lagu/puji-pujian liturgi/jemaat dan lagu/puji-pujian rohani yang dipilih untuk mengisi sebuah liturgi kebaktian. Yang menjadi sorotan pembahasan kali ini adalah tentang cara dan/atau praktek bernyanyi yang tidak semestinya terhadap lagu/puji-pujian gerejawi (lagu/puji-pujian liturgi/jemaat dan rohani, pen) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teori, praktek, etika maupun estetika berkesenian.
Ada tiga hal
penting yang menjadi penyebab utama ‘rusaknya’ cara/praktek bernyanyi:
- Kita (warga gereja/jemaat) cenderung mengabaikan petunjuk-petunjuk/tanda baca notasi secara keseluruhan, yang sebenarnya adalah dasar/elemen penting yang membentuk sebuah ‘bangunan’ komposisi (lagu/puji-pujian).
- Kita sama sekali menyepelekan hal-hal yang berhubungan dengan teknik dasar olah vokal, sehingga penyajian lagu/puji-pujian gerejawi dalam setiap kebaktian menjadi suatu hal yang sungguh tidak memenuhi standard teknik olah vokal yang baik.
- Kita cenderung melupakan hal-hal teknis lainnya yang berhubungan dengan penghayatan dan ekspresi di dalam menyanyikan sebuah lagu/puji-pujian liturgi/jemaat dan rohani, sehingga memberikan kesan ‘negatif’, mengerdilkan, dan bahkan mematikan ‘jiwa/spirit’ lagu/puji-pujian tersebut.
Kecenderungan-kecenderungan
ini sangat sering kita temui di dalam setiap proses peribadatan kita.
Nyanyian-nyanyian liturgi/jemaat yang ‘sangat-amat-terlalu’ lambat, lesu dan tidak
bersemangat, tidak sesuai ketukan/birama, dan tanpa ekspresi/penghayatan sering
dipertontonkan oleh Pemimpin Pujian (Song Leader) dan/atau seluruh peserta
kebaktian pada saat kebaktian berlangsung. Hal serupa pun sering terjadi pada
atau sering dilakukan oleh sebagian kelompok Paduan Suara (PS), Vocal Group
(VG), dan kelompok vocal lainnya dalam membawakan lagu/puji-pujian rohani di
dalam sebuah liturgi kebaktian.
(Bersambung ke: LAGU GAMPANG & LAMA)
(Bersambung ke: LAGU GAMPANG & LAMA)
0 comments:
Post a Comment