“KO HANYA PUJI TUHAN
SA JU…!”
(Tulisan sebelumnya: KEMBALI KE TEKS ASLI)
Sebagaimana
yang telah disebutkan pada tulisan-tulisan terdahulu tentang ‘tradisi’
bernyanyi yang telah menjadi ‘warisan’ gereja/jemaat, ‘tradisi’ tersebut juga
telah membentuk pola pikir gereja/jemaat GMIT secara permanen tentang makna dan
hakekat puji-pujian. Sebuah pola pikir, yang menurut hemat saya, sangat
bertolak belakang dengan Kristen dan/atau Kekristenan.
Bagaimana
tidak, jika puji-pujian kepada ALLAH dalam bentuk nyanyian/lagu tidak wajib
dipelajari dan dikuasai oleh warga gereja/jemaat?! Bagaimana tidak, jika
puji-pujian kepada ALLAH dalam bentuk nyanyian/lagu bahkan dianggap tidak
penting?! Ada
ungkapan-ungkapan (dalam bahasa Kupang, pen) seperti: “Ko hanya puji TUHAN sa ju…!”, “Yaah…, yang penting puji TUHAN-laah…!” sering
diucapkan ketika seseorang/sekelompok orang hendak melakukan aktifitas
bernyanyi (memuji dan memuliakan TUHAN) di dalam rumah TUHAN.
Ungkapan-ungkapan
tersebut, sebenarnya, adalah cerminan pola pikir warga gereja/jemaat akan makna
dan hakekat puji-pujian kepada ALLAH. Sadar atau tidak, ungkapan tersebut
terkandung beberapa makna yang patut menjadi perhatian kita semua, karena
ungkapan tersebut muncul sebagai akibat dari upaya iblis yang ingin menjauhkan
kita dari ALLAH atau dari hadapan hadirat ALLAH, dan juga upaya iblis merampas
kebesaran dan kemuliaan ALLAH.
Sadar atau
tidak, kita sering berlindung di balik ungkapan yang sebenarnya adalah ciptaan
iblis tersebut, sehingga iblis berhasil memperdayai kita yang sebenarnya adalah
anak-anak ALLAH, umat perjanjian dan umat pilihan ALLAH untuk memberikan pujian
dan persembahan yang terbaik dan sempurna kepada ALLAH kita. Ya, ungkapan yang
menempatkan Tuhan ALLAH kita pada prioritas ke-sekian: bukan yang pertama dan
utama; ungkapan yang mengijinkan kita melakukan persembahan puji-pujian dengan
tidak sungguh-sungguh atau bukan yang terbaik kepada ALLAH; ungkapan yang
menganggap remeh kebesaran dan kemuliaan ALLAH; dan ungkapan yang mencerminkan
keangkuhan diri (baca: ego pribadi, pen) yang menempatkan ALLAH di belakang
diri kita.
Ada begitu banyak contoh
dari praktek puji-pujian yang dilakukan di dalam rumah TUHAN yang seharusnya
tidak terjadi. Ya, cara/praktek bernyanyi yang tidak memenuhi syarat-syarat
berkesenian yang bertanggung jawab sering dipertontonkan di hampir setiap
proses kebaktian. Praktek puji-pujian gerejawi baik oleh Prokantor/Kantoria
(pemandu puji-pujian atau biasa disebut sebagai song leader), jemaat dan/atau
seluruh peserta kebaktian maupun oleh kelompok PS, VG, dan/atau kelompok vokal
lainnya dalam mengisi liturgi kebaktian yang masih sangat jauh dari harapan,
dan belum mencerminkan spirit kekristenan kita.
Pdt. (Alm.)
Wem FanggidaE pernah, pada sebuah kesempatan kebaktian Minggu, memberikan
teguran keras kepada kelompok PS dan VG yang ‘bernyanyi asal bernyanyi’. PS
tersebut bernyanyi dengan tidak memperhatikan harmonisasi vokal yang baik sejak
awal sehingga terdengar ‘fals’. PS tersebut akhirnya dihentikan di ‘tengah
jalan’ oleh pendeta dari atas mimbar setelah dua kali kesempatan yang diberikan
untuk melakukan ‘tune’ vokal yang baik tetap gagal. Begitu pula dengan kelompok
VG yang asal bernyanyi dan sama sekali tidak menunjukkan sebuah penampilan
terbaik bagi TUHAN. Pujian yang dinyanyikan terdengar datar, hambar, loyo/lesu,
tidak bersemangat, tidak harmonis, tanpa ekspresi dan membosankan.
Pendeta
berkata: “Pulang…dan latihan lagi, kalau
sudah bagus, baru datang nyanyi di gereja! Di sini kita bukan bernyanyi untuk
siapa-siapa, tapi untuk memuji dan memuliakan Tuhan ALLAH kita! Jadi,
lagu/puji-pujian yang dipersembahkan haruslah yang terbaik! Jangan asal-asal!
Kalau tidak serius, tidak sungguh-sungguh memuji TUHAN, lebih baik urungkan
niat anda untuk bernyanyi!”
Menilai
teguran pendeta di atas, teguran tersebut sangatlah adil dan pantas. PS dan VG
dan/atau kelompok vokal lainnya yang tidak mempersiapkan diri dengan
baik/matang sebaiknya mengurungkan niatnya untuk bernyanyi di dalam rumah TUHAN.
Sebenarnya, sebuah PS/VG adalah sebuah kelompok vokal yang tentu harus memiliki
dan/atau menghadirkan paduan harmonisasi vokal dari jenis-jenis suara yang
berbeda pada saat bernyanyi, dan menunjukkan sebuah kekompakan vokal dan/atau
bernyanyi yang baik. Kelompok-kelompok ini terdiri dari sejumlah orang/anggota
dan/atau penyanyi yang berkumpul dengan sengaja
dan terencana untuk tujuan yang
sangat mulia; memuji dan memuliakan TUHAN.
Namun sangat
disayangkan jika sebuah kelompok vokal (PS/VG) yang ingin mempersembahkan
puji-pujian di dalam rumah TUHAN dalam ‘aksinya’ tidak lebih bagus/baik dari
sekelompok orang ‘mabuk’ yang bernyanyi di pinggir jalan. Atau apa gunanya kita
membuat/membentuk sebuah PS/VG jika hasil akhir dari praktek bernyanyi yang
kita lakukan tidak memiliki ‘nilai lebih’: tidak lebih indah, atau tidak lebih
rapi, tidak lebih kompak dan/atau tidak lebih harmonis dari sekelompok orang
yang berkumpul dan bernyanyi secara spontan tanpa persiapan dan latihan?!
Dalam iman,
tentu kita semua percaya bahwa melakukan puji-pujian yang baik adalah sebuah
bentuk persembahan yang berbau harum di hadapan hadirat ALLAH. Bukankah kita
percaya bahwa ALLAH bertahta di atas puji-pujian? Kita dituntut untuk melakukan
dan/atau memberikan persembahan yang terbaik sebagai wujud dari ungkapan syukur
kita kepada ALLAH, pujian bagi kemuliaan ALLAH, dan sembah kepada ALLAH kita.
Di samping berbau harum di hadapan hadirat ALLAH, persembahan puji-pujian yang
terbaik itu pun akan sangat berpengaruh positif bagi jemaat/peserta kebaktian
atau siapa pun yang mendengar dan/atau menyimaknya. Semua yang mendengar akan
turut bersukacita dalam memuji dan memuliakan ALLAH dan tentu turut serta
merasakan dan mendapatkan kasih, sukacita dan damai sejahtera sorgawi yang
terkandung di dalam puji-pujian tersebut.
Demikianlah seharusnya prokantor/kantoria (song leader), jemaat/peserta kebaktian, dan PS/VG atau kelompok vokal lainnya dalam melakukan praktek puji-pujian gerejawi di dalam rumah TUHAN. AMIN!
Demikianlah seharusnya prokantor/kantoria (song leader), jemaat/peserta kebaktian, dan PS/VG atau kelompok vokal lainnya dalam melakukan praktek puji-pujian gerejawi di dalam rumah TUHAN. AMIN!
(Bersambung ke: CATATAN AKHIR)
0 comments:
Post a Comment