Surat Cinta Untuk Sahabat-Sahabat GMIT-ku

SOS: 'Selamatkan Jiwa dan Spirit Kekristenan' kita melalui puji-pujian (Label: Surat Cinta).

Memainkan Lagu-Lagu dalam Edisi Akord

Pemain musik gereja dituntut untuk terus berlatih dan berlatih (Label: Panduan Musik).

Kumpulan Arransemen Lagu untuk Koor Musik

Kumpulan Arransemen Lagu untuk Koor Musik oleh Pietro T. M. Netti.

Praktek Puji-Pujian Jemaat: Antara Adat dan Tradisi

Praktek Puji-Pujian Jemaat: Antara Adat dan Tradisi (Label: Pujian Jemaat).

Spirit Musik Pengiring dan Puji-Pujian Jemaat

Spirit Musik Pengiring dan Puji-Pujian Jemaat (Label: Musik Pengiring).

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Wednesday, January 21, 2015

Bingung Dengan Musik Gereja GMIT(??!!)


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH MUGER Kupang

Pada tanggal 6 Januari 2015 lalu Fanpage Facebook RumahMuger Kupang dimana saya sendiri yang menjadi administratornya mendapat pertanyaan dari bapak El Po, seorang pemain musik gereja GMIT asal Bajawa yang melayani di GMIT Ebenhaezer Bajawa.  Pertanyaan tersebut menurut saya adalah pertanyaan yang sangat menarik, karena merupakan sebuah pertanyaan yang memperlihakan masalah serius yang sudah dan sedang (atau mungkin akan) terjadi pada musik pengiring liturgy. Kiranya apa disebut sebagai masalah dalam musik pengiring liturgy ini bisa menjadi perhatian pihak-pihak terkait khususnya di Sinode GMIT.

Terus terang, pertanyaan yang diajukan oleh pak El Po tersebut sebenarnya merupakan cermin kebingunan dari sebagian dan/atau kebanyakan (termasuk saya) pemain musik gereja di GMIT yang peduli dengan praktek musik pengiring gerejawi  khususnya pada saat Kebaktian Utama Minggu. Disebut sebagai cermin kebingungan karena jika kita melihat kenyataan/praktek musik pengiring liturgy di gereja-gereja yang bernaung dalam GMIT saat ini sangatlah beragam dan bervariasi (“Berbeda-beda dan tidak satu”), dan bahkan keberagaman tersebut cenderung menghilangkan jati diri, jiwa dan spirit yang terkandung dalam setiap lagu-lagu yang ada (saya lebih cenderung mengatakannya sebagai: “Membunuh jiwa dan spirit kekristenan kita”).

Berikut ini adalah catatan pertanyaan dari bapak El Po yang mampir di page RUMAH MUGER, dan jawaban/tanggapan yang saya berikan sebagai tuan rumah (administrator) Page RUMAH MUGER. Catatan: Berhubung pertanyaan dan jawaban menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari, maka pertanyaan dan jawaban tersebut telah melalui proses pengeditan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). (Klik untukmelihat tanya-jawab di Page RUMAHMUGER!)

Pertanyaan (El Po):

Shalom, om! Saya di Bajawa. Saya mau tanya, kalau musik yang cocok untuk mengiringi liturgia KUM (Kebaktian Utama Minggu) itu apa, ya? Saya bingung dengan musik gereja GMIT karena ada yang menggunakan style ada yang menggunakan string. Mana yang benar ni? Mohon jawabanya.

Jawaban (Rumah Muger):

Syalom, om! Sebenarnya sulit juga untuk mengatakan mana yang benar; "dengan atau tanpa style(?)", sepanjang kita tidak merubah harga notasi dari lagu yang dimainkan. Perlu diingat, kecenderungan menggunakan style musik bisa merubah lagu-lagu yang ada menjadi serba pop atau serba dangdut atau serba rock'n roll, dll, padahal lagu-lagu kita adalah lagu/musik bergenre klasik, dan masuk dalam kategori hymn dan anthem, jadi seharusnya dibawakan/dinyanyikan dengan penuh hikmat.

Penggunaan style musik dalam hal ini harus hati-hati. Kalau saya pribadi, pada saat KUM (Kebaktian Utama Minggu), saya lebih senang bermain tanpa style musik, saya biasa menggabungkan suara piano dan string dan/atau piano dan orgen (pipe orgen). Tetapi untuk kebaktian di luar KUM (syukuran, dll) saya biasa bermain dengan style supaya terkesan lebih santai, tapi tetap bermain dengan ketukan/harga notasi yangg seharusnya.

Jadi memang kalau kita ingin bermain dengan style, maka kita harus menggunakan style yang tepat, karena saat KUM tidak sama dengan saat pementasan/konser. Tapi saya lebih menyarankan, kalau boleh saat bermain di KUM sebaiknya tanpa menggunakan style. Banyak pemain musik gereja yang salah kaprah dalam hal ini. Maaf, om, saya terlalu banyak tulis, bukan brmaksud untuk menggurui. Saya juga adalah pemain musik gereja yang masih terus dan terus belajar dari berbagai sumber/referensi. Yang penting kita berusaha untuk tetap mempertahankan ciri khas dari lagu-lagu kita. Apalagi lagu-lau kita memang sangat berbobot dari segi musikalitasnya. Terima kasih! Gbu!

Balasan (El Po):

Terima kasih banyak, om, atas infonya! Saya sudah 16 tahun iring KUM, dll di gereja GMIT Ebenhaezer Bajawa. Saya selalu menjaga permainan menggunakan string dan di-combine dengan piano. Hanya memang sering mendapat sorotan dari jemaat bahwa musik kita tidak seperti di gereja GMIT yang lain. Saya pernah mendapat bimbingan dari UPTD Kesenian Daerah NTT, pada masa Pak Jony Thedenz. Kami bergabung dengan teman-teman dari Katolik dan waktu itu yang membina kami termasuk Pak Ronald dari Pusat Musik Liturgi Jogjakarta dan Pak Johny Riwu Tadu dari GMIT.

Sungguh luar biasa pengalaman itu sehingga saya tetap mempertahankan pengiringan musik seperti itu. Sayangnya bahwa ketika bulan lalu saya ke Kupang dan keliling beberapa gereja GMIT mengikuti KUM tapi musik liturgia yang mereka tampilkan seperti pop dan pada akhirnya napas dari lagu apalagi notasi dan harga lagu selalu diabaikan. Misalnya pada lagu PKJ Nomor 43: Tuhan Kami Berlumuran Darah, mereka mainkan dengan style sehingga menghilangkan napas lagu yang sesungguhnya dinyanyikan dengan penuh pengakuan dan permohonan namun dinyanyikan secara pop. Sungguh saya sesalkan ini.

Tapi sayangnya, Sinode GMIT mungkin belum merasa terusik dengan hal ini. Harusnya semua Ketua Majelis Klasis (KMK) dikumpulkan dan diberikan pemahaman yang sama dalam rangka pembinaan musik gerejawi di setiap aras jemaat. Selanjutnya pembinaan dari KMK kepada para pendeta dan terus kepada para organis gereja, sehingga seragamkan warna musik gerejawi GMIT. Saya merasakan sesuatu keindahan harmonisasi ketika mengikuti ibadah di gereja Katolik. Mereka sangat konsisten dengan musik liturgi, semuanya seragam. Kenapa kita tidak bisa memulai untuk itu?

Saya kuatir suatu saat, liturgia gereja kita seperti acara di Diskotik atau Pub atau Karaoke. Padahal kita juga sudah punya STAKN Kupang yang memiliki jurusan Khusus Musik Gerejawi. Peranan STAKN juga penting untuk pembaharuan dan revolusi musik gerejawi GMIT khususnya. Sekali lagi, saya merasa terbantu dengan posting Bapak pada bagian ini. Semoga Tuhan memberkati kita dalam tugas dan pelayanan ini. Salam dan hormat, dari saya, Elpo.

Balasan (Rumah Muger):

Saya setuju dengan pendapat om Elpo. Saya memang baru mulai belajar musik gerejawi terutama mengiringi pujian liturgi/gerejawi pada tahun 2005. Dan saya sangat menikmati jenis lagu yang ada di GMIT. Mudah-mudahan kalau Tuhan berkenan kita bisa bertemu. O ya, kalau sekali-kali datang ke Kupang, om Elpo bisa ikut kebaktian di gereja saya: GMIT Jemaat Gunung Sinai Naikolan.

Bisa gabung di:

  1. Fb: Gmit Jemaat Gsn,
  2. Group Fb: JGSN GROUP,
  3. Page: JGSN Fanspage, &
  4. Blog: http://gmitgsn.blogspot.com). Shalom! Gbu!


[Segera hadir: artikel-artikel tentang musik & pemain gerejawi di RUMAH MUGER Kupang]