Surat Cinta Untuk Sahabat-Sahabat GMIT-ku

SOS: 'Selamatkan Jiwa dan Spirit Kekristenan' kita melalui puji-pujian (Label: Surat Cinta).

Memainkan Lagu-Lagu dalam Edisi Akord

Pemain musik gereja dituntut untuk terus berlatih dan berlatih (Label: Panduan Musik).

Kumpulan Arransemen Lagu untuk Koor Musik

Kumpulan Arransemen Lagu untuk Koor Musik oleh Pietro T. M. Netti.

Praktek Puji-Pujian Jemaat: Antara Adat dan Tradisi

Praktek Puji-Pujian Jemaat: Antara Adat dan Tradisi (Label: Pujian Jemaat).

Spirit Musik Pengiring dan Puji-Pujian Jemaat

Spirit Musik Pengiring dan Puji-Pujian Jemaat (Label: Musik Pengiring).

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Wednesday, October 15, 2014

Mauri Yehu, Oli Ati Gu


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH MUGER

MAURI YEHU
(Sumba: Gracia, Untuk Hari Esok)

Ole...Na Morukku
Hadukka Lara Ati Baku Dadi Ta Pinnu Tanna
MAURI........Lai Au Ya
Baku Pasala Hadangara Dukka Wai Mata
Au Mannu Mannu Oli Ati Gu Ta Pinnu Tanna

Abu Pasala Gama Nyiama, O, MAURI YEHU
Na Ridung Na Ladu Ta Morukku Dangu Jala
Kamu Woki Gama Ati Mapade Dungu
Na Wai Damissi Na Lara Dama Jalungu

kembali ke awal (2x)

Au…Oli Ati Gu
Au…MAURI YEHU
Pingga Morukku Mapade Dungu


Tentang Lagu Mauri Yehu

Lagu ini sudah pernah dinyanyikan secara solo pada Kebaktian Utama Minggu di Rumah Kebaktian Jemaat Gunung Sinai Naikolan bertepatan dengan perayaan Bulan Keluarga dalam Etnis Sumba (Oktober 2011, 2012 dan 2013). Dan sedianya lagu ini akan dinyanyikan kembali pada puncak perayaan bulan keluarga pada 31 Oktober 2014 dalam dalam versi vocal group dengan arransemen musik dan vokal yang berbeda.

Lagu ini diperoleh via media sosial facebook. Menjelang kebaktian bulan keluarga dalam etnis Sumba, saya menanyakan melalui status facebook saya kepada teman-teman di facebook yang mungkin memiliki/mengoleksi lagu pop rohani dalam bahasa Sumba untuk di-share kepada saya. Permintaan saya tersebut langsung direspon oleh Bapak Yesaya Mandala dengan mengirimkan lirik serta rekaman musik mp3-nya via email kepada saya.

Pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Yesaya Mandala yang berkenan mengirimkan lagu tersebut kepada saya dimana lagu tersebut menambah perbendaharaan/koleksi lagu-lagu pop rohani dalam bahasa daerah yang saya miliki. Di samping itu, saya juga sangat berterima kasih karena sebelumnya saya tidak pernah memiliki koleksi lagu dalam bahasa Sumba. Lagu ini akhirnya menjadi sangat berarti setiap kali memasuki perayaan bulan keluarga khususnya di Jemaat Gunung Sinai Naikolan.

Lirik yang dikirimkan juga disertai dengan terjemahan yang lengkap dan makna dari beberapa kata kunci, frasa dan idiom yang ada dalam lirik tersebut, sehingga dapat membantu pemahaman serta penghayatan yang lebih mendalam di saat menyanyikannya, sebagai berikut:
                Lirik lagu yang saya terima tidak disebutkan siapa pencipta dan siapa/grup mana yang menyanyikannya. Namun pada saat memutar/memainkan via windows media player, terdapat keterangan yang tertulis pada media player sebagai berikut: Maury Yehu, Gracia, dan Untuk Hari Esok. Saya bisa menebak bahwa tulisan Maury Yehu sudah tentu adalah judul lagu dimaksud. Sedangkan tulisan Gracia dan Untuk Hari Esok saya hanya bisa menduga-duga:

“Mungkin saja Gracia adalah grup yang menyanyikan lagu Mauri Yehu atau rumah produksi (studio rekaman) merekam lagu tersebut(?), dan Untuk Hari Esok mungkin saja adalah judul album dari lagu Mauri Yehu(?).”

Saya sangat berharap kepada pembaca yang mungkin saja mengetahui informasi lengkap tentang pencipta lagu, atau penyanyi, atau judul album, atau studio rekaman, dan/atau bahasa dari lagu Mauri Yehu ini bisa menginformasikan kepada saya dan pembaca lainnya pada kolom Comment atau pada Chatbox yang tersedia. Khusus tentang bahasa, saya diberi informasi bahwa lagu ini dibuat dalam bahasa Sumba Tengah (mohon dikoreksi jika salah!).

Untuk menghindari misunderstanding terhadap makna lagu di atas oleh jemaat yang tidak seluruhnya memahami bahasa Sumba, berdasarkan beberapa makna dari kata kunci yang ada, saya mencoba menggubahnya ke dalam versi bahasa Indonesia untuk dinyanyikan setelah lirik bahasa Sumba dinyanyikan. Gubahan yang dibuat adalah berupa terjemahan bebas terhadap lagu yang ada dengan berusaha tetap mempertahankan makna lagu yang sesungguhnya. Berikut ini adalah hasil gubahannya:

TUHAN YESUS
(Terj. Bebas: Pietro Netti)

O…Ya, Tuhan-ku
Sungguh Beratnya Kehidupan Di Muka Bumi Ini
TUHAN…….Hanya Dikau
Kuserahkan Air Mata Hanya Kepada-Mu
Hanya Dikau Sahabatku Di Muka Bumi Ini


Ampunilah kesalahanku, o Tuhan Yesus
Kusadari Hidupku Penuh Salah Dan Dosa
Dan Berikanlah Kepadaku Hati Yang Benar
Seperti Air Sungai Yang Dalam Dan Melimpah

Yesus………Teman Hidupku
Yesus…Dikau Tuhanku
Satu-satunya Pegangan Hidupku

Sekilas tentang Perayaan Bulan Keluarga di GMIT

Di GMIT (Gereja-gereja Masehi Injili di Timor), khususnya di Klasis Kota Kupang Rayon IV-Jemaat Gunung Sinai Naikolan, perayaan bulan keluarga (setiap minggu akhir bulan September- akhir bulan Oktober) biasanya ditandai dengan melakukan Kebaktian Utama Minggu dengan menggunakan Liturgi khusus etnis yang disusun sesuai dengan etnis-etnis yang ada di Nusa Tenggara Timur (etnis Timor, Rote, Sabu, Alor, Flores dan Sumba). Liturgi Etnis setiap minggu diatur dengan tema dan sub tema yang berhubungan dengan kehidupan keluarga Kristen.  

Melihat keberagaman suku/etnis yang ada di dalam jemaat GMIT, pada perkembangan selanjutnya, Liturgi bedasarkan etnis dikembangkan lebih luas lagi sesuai dengan beberapa suku/etnis yang ada di Indonesia seperti Batak, Jawa, Bali, Dayak, Toraja, Manado, Ambon, Papua dan China. Dan memang setiap perayaan bulan keluarga di GMIT selalu memberi warna tersendiri dalam setiap proses kebaktiannya, mulai dari awal hingga akhir.

Kabaktian/ibadah diwarnai dengan iringan musik dan tari-tarian, tuturan dan nyanyian daerah/etnis yang sudah tentu bernuansa rohani (Kristiani), dan hasil ladang atau hasil panen khas dari masing-masing suku/etnis untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Puji-pujian jemaat/liturgi diambil dari lagu-lagu rohani daerah/suku, dan/atau dikemas sesuai dengan ragam lagu dari daerah, suku atau etnis yang ada. Puncak perayaan bulan keluarga dilakukan pada tanggal 31 Oktober bertepatan dengan HUT GMIT sekaligus HUT Reformasi dengan melakukan Kebaktian Padang; kebaktian/ibadah yang dilaksanakan di luar Rumah Kebaktian (outdoor) di padang, di ladang, di persawahan, di tanah lapang, di halaman gereja, di pantai, dan sebagainya.

Kebaktian/Ibadah Padang tersebut dilakukan dengan menggunakan Liturgi khusus etnis gabungan. Seluruh Jemaat yang hadir dalam Ibadah Padang diharapkan untuk mengenakan atribut adat/budaya sesuai dengan latarbelakang suku/etnis masing-masing, dan/atau mengenakan atribut adat/budaya dari suku/daerah manapun yang ada baik di Nusa Tenggara Timur maupun yang ada di Indonesia.    

Saturday, September 27, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Lagu Pendarasan Mazmur & Praktek Mendaraskan Mazmur(6/6)


LAGU PENDARASAN MAZMUR
               
Sepanjang sejarah, umat Yahudi mendarskan Mazmur dan puisi-puisi Alkitabiah lainnya dengan cara-cara yang berbeda-beda. Tidak ada yang tahu persis bagaimana Mazmur dinyanyikan di Bait Allah dahulu kala. Mungkin hasil penelitian Abraham Idelsohn di antara komunitas Yahudi di Yemen mendekati cara-cara yang paling otentik. Mungkin juga Suzanne HaÏŠk Vantura berhasil merekonstruksikan musik kuno dalam Alkitab berdasarkan tanda-tanda dalam teks Ibrani sehubungan dengan bentuk-bentuk melodi. Tidak ada yang pasti. Itu juga tidak sangat kita perlukan. Orang Yahudi sendiri telah mengembangkan bermacam-macam gaya untuk menyanyikan Mazmur, termasuk gaya musik Barat, bahkan gaya Afrika Utara yang telah disesuaikan dengan tradisi musik Islam. Maka kita juga bebas memilih dan menentukan gaya kita sendiri. Yang penting: makna Mazmur berhasil kita sampaikan.

Namun ada beberapa patokan yang rasanya cukup penting untuk tetap kita pegang:
  1. Teks Mazmur perlu dilagukan sebagaimana tertera dalam terjemahannya;
  2. Tanda atnakh cq tanda * di pertengahan ayat tetap kita praktekkan;
  3. Pernafasan tetap kita atur baik-baik (perhatikanlah cara orang Islam tenang menarik nafas sementara berzikir).

Salah satu cara yang mungkin boleh kita coba, ialah cara yang dipakai dalam gereja-gereja Timur Tengah, dimana seorang penyanyi tunggal melagukan doa Mazmur yang ditunjang oleh ‘drone’, yaitu (bukan pesawat tak berawak) interval kwint (lima nada) yang dibunyikan terus menerus oleh suara-suara humming laki-laki: Re – La, atau Mi – Si, atau Fa – Do, atau Sol – Re; boleh ditambah dengan interval La – Mi dan Do – Sol. Interval Si – Fa disebut ‘diabolus in musica’ (‘devil/iblis dalam musik’): bukan kwint murni sehingga tak terpakai sebagai drone, sebab nada kelima harus melengkapi nada dasar secara harmoni alam (natural, pen). Tentunya nada dasar Re, Mi, Fa, Sol, La dan Do dapat dibunyikan pada setiap nada Bas rendah.

Memang, bunyi interval kwint itu selalu sama saja, tetapi interval nada-nada di antara nada rendah dan nada kelimanya selalu berbeda – dan itulah yang menentukan bagi lagu yang dibuat (boleh diimprovisasikan) pada drone itu. Maka penyanyi tunggal harus mengetahui bermacam-macam modus, juga dalam musik daerah.

[Catatan: Pada bagian ini seharusnya terdapat materi CONTOH dan LATIHAN tapi saya tidak perlu mempublikasikannya karena materi ini hanya merupakan latihan dan tugas kepada peserta untuk berlatih (salah satu contoh, lihat: Mazmur 23) dan mencoba menciptakan sendiri notasi untuk mendaraskan Mazmur.] 

PRAKTEK MENDARASKAN MAZMUR

Pendarasan Mazmur sebaiknya jangan langsun dipraktekkan dalam ibadah jemaat yang belum biasa dengan itu. Lebih baik kita bentuk satu kelompok pencinta Mazmur, di mana kita berlatih bersama-sama sampai cara-cara kita sudah terasa mantap. Apabila kita dan orang lain menilai bahwa cara pendarasan kita sudah matang betul, baru kiata dapat mencobanya dalam ibadah jemaat sebagai pengganti pembacaan Mazmur berbalas-balasan.

Perlu kita ingat bahwa musik ibadah tidak dimaksud untuk dipentaskan, tetapi untuk dihayati. [Prev=>Back to beginning]

Selamat mendaraskan Mazmur!

Jakarta, 25 Agustus 2014
Harry van Dop

Friday, September 26, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Praktek Pendarasan Mazmur (5/6)


PRAKTEK PENDARASAN MAZMUR

Melagulantunkan Mazmur secara mendaras disebut ‘psalmodia’ (bahasa Yunani ‘ooidè = melodi, ‘psalmos’ = mazmur, nyanyian dengan iringan alat musik).

Di dalam Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani terdapat banyak tanda-tanda yang menolong seorang pendaras untuk menyampaikan makna dari ayat-ayat yang bersangkutan. Tanda-tanda itu menyangkut aksentuasi, artikulasi, pernafasan, pausa, nada melodi, dst. Tentunya setiap bahasa mempunyai aturan sendiri sehubungan dengan aspek-aspek penyampaian itu (seni retorika).

Yang amat penting bagi kita ialah tanda yang menentukan pertengahan bait, sekaligus nafas panjang. Tandanya dalam Mazmur Ibrani disebut ‘atnakh’,  yang ditempatkan di bawah kata terakhir pertengahan kalimat dan berbentuk   ˰. Di dalam pendarasan Gregorian tanda itu diganti dengan asterisk   *. Tanda asterisk itu etap kita pakai dalam tulisan Mazmur yang ingin kita daraskan. Juga dalam Alkitab edisi LAI tiap-tiap ayat dengan jelas terbagi dalam dua bagian. Kedua bagian ayat bergerak sejalan dan isi dari masing-masing bagian saling melengkapi. Bentuk puisi Ibrani itu disebut ‘paralelismus membrorum’ (‘kesejalanan anggota-anggota/bagian-bagian kalimat’).
               
Dalam Mazmur Ibrani terdapat juga tempat-tempat yang ‘kosong’ di tengah-tengah baris-baris tertentu, yakni untuk menunggu lagi sebentar. Itu tidak kelihatan dalam kebanyakan edisi Alkitab. Maka tidak gampang bagi kita untuk menentukan tempatnya. Mudah-mudahan imajinasi kita sendiri dapat menebaknya. Diharapkan agar akan diterbitkan edisi Mazmur khusus untuk pendarasan, yang dilengkapi dengan asterisk dan tempat-tempat kosong.
               
Sering kita mendengar bacaan Alkitab di dalam ibadah kurang menggunakan seni penyampaian isi (retorika). Kesannya pembaca lebih mengeja huruf-huruf dari pada membacakan kata-kata dan kalimat-kalimat. Maka bagi para pendengarnya isi pembacaan itu menjadi kurang berarti. Di dalam Gereja Katolik diadakan pembinaan para lector (pembaca). Mereka harus belajar menarik nafas pada waktunya, menunggu pada waktunya, berartikulasi yang baik, tidak membiarkan suara anjlok di akhir kata-kata (dukungan pernafasan sampai kata itu selesai diucap), menaikkan dan menurunkan tinggi nada serta volumenya. Semuanya itu agar makna pesan sampai kepada telinga dan hati pendengar.

Dengan maksud yang sama, dalam Gereja Katolik umat diajarkan (mulai dengan anak-anak) untuk mengucapkan doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli atau Pengakuan Iman Nicea dll dengan tenang: dengan menarik nafas secukupnya di akhir setiap bagian. Jangan seperti perlombaan siapa yang pertama sampai ke garis akhir. Oma-oma sudah tidak bisa ikut berdoa lagi: habis nafas.

Pendarasan Mazmur juga demikian: makna harus sampai, dengan menggunakan segala cara yang tersedia dalam suara manusia (jangan terutama kita mengandalkan pengeras suara yang hanya memperbesar kelemahan kita dan tidak membuat pengucapan kita lebih jelas).


Mazmur 1:1 dan 2 … seharusnya – menurut bahasa Ibrani – dicetak kira-kira demikian:

1. Berbahagialah orang                                          (nafas pendek)
    yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,(nafas pendek)
    yang di jalan orang berdosa tidak berdiri, *      (nafas panjang) [pertengahan ayat]  
    dan dalam kumpulan pencemooh                      (nafas pendek)
    tidak duduk.                                                        (selesai, langsung ke ayat berikut)

2. tetapi yang kesuakaannya ialah Taurat Tuhan, (nafas pendek)
    dan yang merenungkan Taurat itu *                  (nafas panjang) [pertengahan ayat]  
    siang dan malam                                                (selesai, langsung ke ayat berikut)

        Catatan: Taurat Tuhan yakni Kitab Kejadian s.d. Ulangan. [Prev=>Next: PENDARASAN MAZMUR; Lagu PendarasanMazmur]

Thursday, September 25, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Manfaat Pendarasan Mazmur (4/6)

Pose bersama

MANFAAT PENDARASAN MAZMUR 

Mendaraskan Mazmur menguntungkan bagi Mazmur itu sendiri. Kalau kita menggunakan Mazmur Jenewa atau gubahan berbirama lainnya (ada banyak gubahan dari Mazmur 23), kita cenderung hanya memilih beberapa baitnya saja, tidak menyanyikan seluruh Mazmur. Itu sebenarnya bukan maksud Mazmur Jenewa. Pada zaman Reformasi (abad ke-16) selalu diusahakan menyanyikan Mazmur seutuh-utuhnya, atau, kalau amat panjang (seperti Mazmur 78, 119 dsb), menyanyikan beberapa bait berturut-turut dan sambung menyambung, yang bersama-sama merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Kalau kita hanya melagukan satu-satu ayat, maka interpretasinya gampang meleset karena dilepaskan dari konteksnya. Seringkali kita memilih ayat yang kita rasa ‘enak’, dengan melewati yang menurut kita ‘kurang enak’. Memang, tidak semua obat dari dokter manis-manis saja: ada juga tablet yang pahit rasanya, tetapi perlu untuk menyembuhkan penyakit. Jangan kita menghindari ‘obat-obatan’ dari Mazmur: gereja akan tetap sakit. Di kayu salib, Yesus mengutip kata-kata yang paling pahit dari Mazmur 22:1, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” Tetapi justeru Dialah yang menjadi “yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati” (Kol. 1:18).

Juga bagian-bagian Mazmur yang kita anggap bertentangan dengan cinta kasih Illahi (misalnya Mazmur 137:9, yang oleh Erik Routley disebut ‘horrible stuff’) tetap perlu kita renungkan – sekuran-kurangnya untuk lebih mengenal diri kita sendiri sambil bertanya: bagaimana pendapatmu tentang kata-kata ini? Lagi pula: siapa sebenarnya yang dimaksud dengan “Bukit Batu” atau “Batu Karang” dalam ayat 9 itu? Para anggota redaksi Alkitab dengan sengaja memasukkan Mazmur itu menjadi pilihan dari antara ribuan mazmur lainnya yang pernah ada: bagaimana reaksi kita, sejujur-jujurnya – juga sehubungan masalah Israel-Palestina?

Jangan kita singkirkan kata-kata yang memang tidak enak itu. Kita tidak ke gereja hanya untuk menikmati yang enak-enak saja, tetapi untuk merenungkan kenyataan dunia kita ini serta kenyataan hidup kita sendiri. Pendarasan Mazmur secara utuh bisa menolong dalam hubungan ini. [Prev=>Next: PENDARASAN MAZMUR; Praktek Pendarasan Mazmur]

Wednesday, September 24, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Berbau Katolik? & Lagu-Lagu Serupa Dalam Tradisi-Tradisi Kebudayaan Indonesia (3/6)

Pdt. Harry van Dop & Yefta Nabuasa

BERBAU KATOLIK?

Banyak lagu gereja yang kita pakai dalam gereja-gereja Protestan, berasal dari Katolik. Misalnya lagu-lagu Natal seperti “O datanglah, Immanuel”, “S’lamat-s’lamat datang”, “Malam Kudus”, “Hai mari berhimpun”. Ternyata tidak ada yang keberatan, mungkin oleh karena bentuknya mirip dengan lagu-lagu yang sudah lama biasa bagi kita.

Tetapi begitu ada lagu tanpa birama tetap, seperti pendarasan Mazmur, kita memberi cap ‘katolik’ kepadanya. Padahal, cara pendarasan Mazmur adalah warisan dari tradisi umat Israel. Yesus dan murid-murid-Nya serta Paulus dan Silas mendaraskan Mazmur dengan cara seperti itu. Memang katolik sifatnya, yakni dalam arti ‘am’ – sebagaimana kita mengaku diri sebagai ‘katolik’ juga, hanya saja Katolik-Protestan: “Aku percaya kepada yang kudus dan katolik (‘katholikè, merangkul semua, am), persekutuan orang kudus”. GPIB, HKBP, GKI, GBI? Siapakah ‘persekutuan orang kudus’ itu, kalau bukan semua orang yang bersatu di dalam Kristus Yesus dan ikut berdoa di dalam Dia? Kitab Mazmur sebagai Doa-doa Mesias adalah unsur pemersatu kita.

LAGU-LAGU SERUPA DALAM TRADISI-TRADISI KEBUDAYAAN INDONESIA

Juga dalam kebudayaan-kebudayaan di Indonesia terdapat cara-cara melagulantunkan cerita dengan nada-nada yang tidak pakai birama tetap: riwayat sejarah, mitos suku bangsa, legenda, dongeng, wejangan-wejangan dll. Yang menyanyikannya ialah seorang penyanyi tunggal. Alat musik yang mengiringinya sederhana. Tidak jarang para hadirin menanggapinya dengan Refrein.
               
Apakah cara seperti ini dapat kita gunakan untuk Mazmur? Lagu-lagu itu tidak berbau katolik atau protestan: hanya merupakan suatu cara yang praktis untuk menyampaikan pesan-pesan dan meneruskan tradisi dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya.
               
Marilah kita yang datang dari pelbagai latar belakang budaya dan hadir di sini, mencoba mengumpulkan contoh-contoh cara bernyanyi seperti itu, yakni dengan menuliskannya, mencatat sebutannya dan merumuskan isinya.

Yang amat menarik dalam cara seperti itu ialah bahwa ‘dalang’-nya sempat menggunakan segala kemahiran retorika untuk benar-benar menyampaikan sesuatu – lain dari pada halnya dengan lagu-lagu yang terkurung dalam syair berbirama. Juga ornamentasi (‘perhiasan’) di dalamnya berfungsi untuk menekankan makna dari kata-kata penting – bukan demi keindahan lagu, melainkan demi kepentingan komunikasi. Dengan demikian ‘tembang mocopatan’ dari Jawa atau ‘sinrili’ dari Sulawesi Selatan dll tidak pernah membosankan, sekalipun mengisi semalam suntuk: hadirin benar-benar terpukau mendengarkannya. Itu memang hasil kesenian dari orang yang pandai membawakan cerita dengan lagu. [Prev=>Next: PENDARASAN MAZMUR; Manfaat PendarasanMazmur]

Tuesday, September 23, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Cara-Cara Menyanyikan Mazmur (2/6)

Foto bersama: Peserta pelatihan & Pdt. (Emeritus) Harry van Dop

CARA-CARA MENYANYIKAN MAZMUR

Ada banyak cara untuk menyanyikan Mazmur, antara lain:
  1. Menyanyikan Mazmur yang telah dibentuk menjadi syair himne dengan matra tetap dan lagu tetap untuk suatu jumlah bait tertentu, seperti misalnya Mazmur Jenewa (berbirama/bermatra bebas), atau beberapa nyanyian Mazmur dari tradisi Lutheran dan tradisi Inggris (KJ 4, 9, 24, 283, 285, 288, 330, 377, 389). Juga di Inggris ada kumpulan-kumpulan metrical Psalms (Mazmur bermatra/bebirama).
  2. Menyanyikan Mazmur dalam bentuk Chant sebagaimana terkenal dari Gereja Anglikan: teks Mazmur dari terjemahan Alkitab diresitasi oleh koor SATB dengan lagu-lagu khas.
  3. Menyanyikan Mazmur dengan cara yang diprakarsai oleh Pdt. Yuswantori Ichwan dkk: solis (cantor) melagukan teks Mazmur yang diberi bentuk teratur tidak bersanjak, berbirama 4 atau 3 ketuk, diselingi dengan Refrein yang dinyanyikan oleh umat.
  4. Menyanyikan teks Mazmur menurut metode Joseph Gelineau (Prancis): solis atau koor melagulantunkan teks Mazmur sebagaimana tertulis di dalam terjemahan Alkitab, yang diatur menurut aksen-aksen utama dengan 1, 2, 3 atau 4 suku kata dalam satu ruas birama, diselingi dengan Refrein oleh umat.
  5. Menyanyikan Mazmur ala komunitas Taizé: semua hadirin menyanyikan suatu ayat Mazmur secara ostinato dengan 3 atau 4 suara dengan iringan ensambel instrumental, yang dapat dilengkapi dengan ayat-ayat Mazmur (atau ayat-ayat lain dari Alkitab) yang dilagukan oleh seorang solis anggota komunitas.
  6. Mendaraskan teks Mazmur sebagaimana tertera di dalam terjemahan Alkitab dalam irama bebas pada urutan nada sederhana.
Cara yang paling bersejarah dan paling otentik adalah pendarasan teks Mazmur sebagaimana tertera di dalam Alkitab, tanpa perubahan, pengurangan, penambahan dan pembentukan apa-apa. Mendaraskan Mazmur bisa dengan bermacam-macam gaya:
  1. Kantilasi seperti dalam tradisi Yahudi – mirip zikir.
  2. Psalmodi seperti dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur (ada juga di beberapa kota di Indonesia).
  3. Psalmodi Gregorian seperti dalam tradisi Katolik Roma.
  4. Psalmodi yang pada mulanya dipakai oleh Luther dalam bahasa Jerman.
  5. Chant dari Gereja Anglikan (Inggris).
  6. Mazmur Gelineau (Prancis).
  7. Beberapa cara pendarasan yang dikembangkan belakangan ini di sejumlah Gereja Protestan. [Prev=>Next: PENDARASAN MAZMUR; Berbau Katolik? & Lagu-Lagu Serupa DalamTradisi-Tradisi Kebudayaan Indonesia]

Monday, September 22, 2014

PENDARASAN MAZMUR; Catatan Penulis & Pentingnya Nyanyian Mazmur (1/6)

Pdt. (Emeritus) Harry van Dop

CATATAN PENULIS

PENDARASAN MAZMUR adalah judul materi yang diperoleh saat mengikuti Pelatihan Pendarasan Mazmur dengan narasumber Harry van Dop. Pelatihan yang diselenggarakan selama dua hari tersebut berlangsung di Rumah Kebaktian Jemaat Imanuel Oepura (JIO) pada Jumat (19/9/2014) dan Sabtu (20/9/2014).

Harry van Dop adalah seorang Pendeta Emeritus (pensiunan pendeta) asal Belanda yang dikenal sebagai ahli musik gerejawi. Karena keahliannya, pria berumur 80 tahun ini masih sering sekali mengajar di sekolah-sekolah tinggi teologia/fakultas teologia di Jakarta maupun di seluruh Indonesia termasuk di Kupang-NTT.

Catatan tentang PENDARASAN MAZMUR akan di-posting secara bersambung dalam enam seri tulisan. Selamat membaca!

PENTINGNYA NYANYIAN MAZMUR

Kitab Mazmur Daud adalah kumpulan doa-doa Mesias dan Umat-Nya. Di dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur itu adalah kitab pertama dan utama dari ketiga bagian Kitab Suci, TeNaKh: Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab (yang di dalam Al Quran disebut ‘Zabur’). Dalam Matius 17 kita membaca bahwa Yesus dimuliakan di atas gunung dan bahwa Ia pada saat itu nampak bersama-sama dengan Musa (mewakili Taurat) dan Elia (mewakili para Nabi). Maka lengkaplah perwakilan Kitab Perjanjian Lama: Musa, Elia dan Anak Daud (mewakili Mazmur), yaitu Yesus sendiri – sebagaimana juga terungkap di Lukas 24:44, di mana seluruh Kitab Suci Ibrani (TeNaKh), termasuk Mazmur, memberi kesaksian tentang Dia sebagai Mesias yang harus bangkit dari antara orang mati.

Dengan sendirinya Kitab Mazmur tidak ditulis hanya untuk dibacakan, tetapi terutama untuk dinyanyikan. Maka sepanjang sejarahnya, umat Israel menyanyikan doa-doa Mesias itu. Yesus sendiri juga menyanyikannya, seperti misalnya tertulis di Matius 26:30. Yang dimaksud dengan ‘nyanyian pujian’ di situ ialah kumpulan ‘Mazmur Haleluya’, khusus untuk Perjamuan Paskah, yaitu Mazmur 113-114 + 115 s.d. 118. Yesus hidup dengan Mazmur … sampai di atas kayu salib. Dan seluruh Kitab Perjanjian Baru penuh dengan kutipan dari Kitab Mazmur. Paulus dan Silas menyanyikan Mazmur berbalas-balasan pada jam doa di penjara Filipi (Kisah 16:25). Umat Kristiani tetap melagukannya sepanjang segala abad, yakni untuk semakin mengenal dan mengasihi Anak Daud itu. Kitab Mazmur adalah kitab nyanyian umat Tuhan yang paling oikumenis: semua gereja di seluruh dunia memiliki dan menggunakannya.

Patut kita syukuri bahwa belakangan ini di gereja-gereja Indonesia Kitab Mazmur semakin mendapat perhatian. Oleh karena itu juga Sekolah Tinggi Teologi Jakarta turut menaruh perhatian sungguh-sungguh kepada Mazmur. Semoga gereja-gereja kita akan memetik buahnya dalm membaharui teologi dan kehidupan berjemaat sebagai tubuh Mesias Yesus. Di dalam Mazmur kita bersatu. [Next: PENDARASAN MAZMUR; Cara-Cara Menyanyikan Mazmur]

Sunday, September 21, 2014

Kegiatan Pelatihan Pendarasan Mazmur

Pdt. (Emeritus) Harry van Dop & Pietro T. M. Netti

Kegiatan Pelatihan pendarasan Mazmur berlangsung di Rumah Kebaktian Jemaat Imanuel Oepura (JIO) selama 2 hari Jumat (19/9/2014) dan Sabtu (20/9/2014). Pelatihan tersebut menghadirkan nara sumber Pendeta (Emeritus) Harry van Dop, seorang pakar musik gereja asal Belanda. Pelatihan yang dimulai pukul 21.00 wita tersebut khusus membahas tentang Mazmur  dan pentingnya nyanyian Mazmur di dalam kebaktian.

Menurutnya, Mazmur adalah kumpulan doa yang bukan ditulis hanya untuk dibacakan tetapi terutama untuk dinyanyikan. Pendarasan Mazmur, dalam hal ini, adalah menyanyikan Mazmur, dengan tujuan agar isi/makna Mazmur tersebut dapat dipahami dan dihayati oleh jemaat/umat. Praktek ini telah di lakukan sejak dahulu sejak masa raja Daud. Untuk kepentingan ibadah, raja Daud dan para panglima mempersiapkan 288 orang dari 12 suku Israel untuk dilatih bernyanyi (baca: 1 Tawarikh 25).


          Kitab Mazmur Daud adalah kumpulan doa-doa Mesias dan umatnya. Di dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur itu adalah kitab pertama dan utama dari bagian ketiga Kitab Suci, TeNakh: Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab. Sepanjang sejarahnya, umat Israel menyanyikan doa-doa Mesias (Mazmur) itu. Yesus sendiri, lanjut pendeta yang berusia 80 tahun ini, juga menyanyikannya (baca: Matius 26:30) bahkan sampai di atas kayu salib (7 perkataan di atas kayu salib).

“Yesus adalah personifikasi dari Mazmur karena Ia adalah anak Daud”, papar pendeta berumur 80 tahun ini. 

Kegiatan dilanjutkan dengan melatih pendarasan (=menyanyikan) nyanyian Mazmur 23 yang dilakukan secara solo dan bersama-sama:

Monday, September 8, 2014

Bermain KJ Edisi Akord Sistem Angka


CARA MENGGUNAKAN MENU TRANSPOSE PADA KEYBOARD
Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah Rumah Muger Kupang

“Bagaimana pengaruh penggunan simbol akord dengan angka romawi terhadap tinggi-rendah nada saat mengiringi kantoria dan/atau jemaat saat bernyanyi?”

KJ Edisi Akord Sistem Angka dapat dipakai sebagai panduan untuk bermain lagu-lagu yang yang ada di dalam Kidung Jemaat oleh seluruh pemain musik, baik yang dapat menerapkan permainan dengan semua nada dasar dengan pasangan-pasangannya, maupun oleh pemain musik yang hanya menguasai permainan dalam satu dan/atau sebagian nada dasar saja.

Dengan demikian maka untuk pemain musik yang menguasai semua nada dasar tidak akan mengalami kendala dalam memainkan semua lagu yang ada sesuai dengan petunjuk nada dasar yang telah dicantumkan, sepanjang pemain musik tersebut telah menguasai penerapan simbol angka romawi sebagai simbol pengganti dari jenis/nama akord yang dimainkan. Sehingga secara otomatis kantoria dan/atau jemaat pun dapat menyanyikan lagu-lagu yang ada dengan tinggi-rendah nada yang relatif terjangkau dan nyaman.

Sedangkan untuk pemain musik yang hanya bisa memainkan akord dalam satu atau sebagian nada dasar akan mendatangkan masalah bagi kantoria dan/atau jemaat dalam hal tinggi-rendah jangkauan nada saat bernyanyi. Hal ini disebabkan karena semua lagu akan dimainkan hanya dari satu nada dasar, padahal pencantuman nada dasar yang ada untuk setiap lagu sudah diperhitungkan sedemikian rupa dengan jangkauan nada dan kenyamanan bernyanyi semua orang (jemaat) baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak.

Ada satu jalan keluar bagi pemain musik yang hanya menguasai permainan akord dari satu nada dasar atau dari nada dasar tertentu saja. Pemain musik harus memperhatikan menu transpose yang ada pada keyboard elektrik. Menu transpose digunakan untuk menaikkan dan/atau menurunkan nada untuk disesuaikan dengan nada dasar yang tertulis. Sayangnya menu transpose ini tidak terdapat pada alat musik non elektrik seperti piano atau organ. Jadi disarankan agar pemain musik yang belum menguasai permainan akord musik dalam berbagai/semua nada dasar untuk bermain menggunakan alat musik keyboard elektrik saja.

Contoh penggunaan fasilitas Transpose pada keyboard elektrik sebagai berikut:

Saat kita mengaktifkan/menekan transpose akan muncul pada layar Lcd keyboard berupa angka. Posisi angka normal adalah angka “0” (nol). Pada sebagian besar keyboard, tersedia tombol “-“ (minus/kurang) dan “+” (plus/tambah). Tombol “-“ (minus) digunakan untuk menurunkan nada mulai dari “-1” (minus 1) sampai “-12” (minus 12), dan sebaliknya tombol “+” (plus) digunakan untuk menaikkan nada mulai dari 1 sampai 12. Jadi menu transpose dapat dipakai untu menurunkan dan/atau menaikkan nada sebanyak 12 nada dengan jarak ½ langkah. 12 nada disini adalah jumlah keseluruhan nada dalam tangga nada kromatis. Tangga nada kromatis adalah tangga nada dengan jumlah nada terlengkap yakni terdiri dari 12 nada dengan jarak/interval masing-masing nada sebesar ½ langkah:

Jika kita hanya bisa bermain dari akord dengan nada dasar do = c, tapi harus mengiringi nyanyian dari nada dasar  do = d, maka kita perlu menghitung berapa jarak/interval nada dari “c” ke “d”. Jarak/interval nada. “c” ke “d” berjarak 1 langkah, dengan rincian sebagai berikut: “c” ke “c#” berjarak ½ langkah, “c#” ke “d” berjarak ½ langkah, maka ½ + ½ = 1. Setelah mengetahui jarak nada tersebut, kita perlu menaikkan dari menu transpose menjadi 2. Mengapa 2, bukan 1 seperti jarak nada yang baru saja dijelaskan? Transpose harus dinaikkan ke angka 2 karena angka-angka pada transpose adalah bernilai ½.    

Contoh lain: Lagi-lagi, jika kita hanya bisa bermain dari akord dengan nada dasar do = c, tapi harus mengiringi nyanyian dari nada dasar  do = g, maka kita perlu menghitung berapa jarak/interval nada dari “c” ke “g”. Nada “c” ke “g” dapat dihitung naik maupun dihitung turun. Jika di hitung naik, “c” ke “g” (c-cis-d-dis-e-f-fis-g) berjarak 3 ½ langkah, maka angka pada transpose (yang bernilai ½ tersebut) harus dinaikkan ke angka 7. Jika di hitung turun dari nada “c” satu oktaf di atasnya, “c” ke “g” (c’-b-bes-a-as-g) berjarak hanya 2 ½ langkah, maka angka pada transpose (yang bernilai ½ tersebut) harus diturunkan ke angka -5 (minus 5). Langkah yang sama juga dapat diterapkan oleh pemain musik yang hanya bisa bermain dari nada dasar tertentu lainnya.

Demikian pengoperasian menu transpose untuk menerapkan permainan musik sesuai dengan nada dasar yang tercantum di setiap lagu/nyanyian. Pada contoh pertama dan kedua di atas, walaupun sang pemain bermain dengan menggunakan akord “c = do” tapi sesungguhnya nada yang dihasilkan adalah nada dasar “do = d” dan “do = g”.

Dalam penggunaan transpose, jarak atau interval yang mau dipakai dalam menaikkan atau pun menurunkan sebaiknya dilihat jarak/interval yang lebih dekat. Sebagai contoh, pada contoh nada dasar “do = g” di atas, daripada menaikkan transpose ke angka 7, sebaiknya diturunkan 5 ke angka -5 (cuma saran! dinaikkan ke angka 7 pun tidak apa-apa, semua terserah pemain musiknya).

Berikut ini adalah table transpose dengan permainan akord nada dasar “do = c”:

                Semoga penjelasan-penjelasan teknis di atas tentang KJ Edisi Akord Sistem Angka dapat bermanfat bagi kita semua. Mungkin saja ada diantara kita yang belum bisa memanfaatkan KJ  Edisi Akord yang diterbitkan oleh Yamuger secara baik oleh karena keterbatasan kita dalam penguasaan permainan akord dari semua nada dasar, mudah-mudahan kehadiran KJ Edisi Akord Sistem Angka ini dapat membantu dan memberi manfaat kepada banyak pihak untuk bisa bermain musik secara baik dan teratur terutama dalam penerapan harmonisasi akord yang indah. AMIN.