English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Saturday, March 28, 2015

Mengenal Penulisan Notasi Angka Dalam Birama 6/8 [dengan Bendera pada Not Tunggal]


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH MUGER KUPANG
Lagu DSL 108 (Gambar: Koleksi Pribadi)

Pada beberapa tahun silam saya pernah disodorkan teks lagu dalam notasi angka yang benar benar sangat membingungkan. Lagu tersebut adalah lagu yang terambil dari himpunan nyanyian Dua Sahabat Lama (DSL) No 108 “PERSEMBAHAN DIRI”, salah satu lagu yang terdapat di dalam Liturgy Kebaktian Minggu Pra Paskah (Minggu Sengsara). Lagu tersebut adalah lagu yang akan dinyanyikan oleh para peserta Katekisasi pada prosesi Peneguhan dan Pemberkatan sebagai anggota Sidi Baru.

Saya katakan sangat membingungkan karena penulisan simbol-simbol notasi tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah saya pelajari dan pahami sebelumnya tentang membaca dan memainkan notasi angka. Bahkan apa yang muncul dalam pikiran saya saat itu adalah bahwa penulisan simbol notasi yang membingungkan itu mungkin saja “salah”. Tetapi apakah memang mungkin penulisan simbol-simbol tersebut “salah”(?), sedangkan lagu yang disodorkan adalah teks fotocopy yang berasal dari sumber asli, DSL (Lihat gambar di atas!).

Mungkin untuk sebagian kalangan pemain musik hal ini tidak membingungkan, tapi bagi saya yang pada saat itu baru mulai menekuni (mempelajari) not angka dan lagu/musik gereja benar-benar merasa kewalahan alias tidak bisa memainkannya samasekali. Mungkin pula, jika ada pemain musik yang telah mengetahui lagu tersebut (bisa menyanyikan) tidak akan mengalami kesulitan seperti yang saya hadapi saat itu, karena tidak perlu lagi bersusah payah membaca simbol-simbol notasi yang “salah” itu.

Dalam not angka, biasanya, terdapat birama yang terdiri dari sejumlah ketukan: lagu dengan birama 1 ketuk, 2 ketuk, 3 ketuk, 4 ketuk, 5 (3+2) ketuk, 6 ketuk, 6 (3x2) ketuk, 9 (3x3) ketuk, dll. Setiap not atau simbol seperti titik (.) atau nol (0) yang berdiri sendiri adalah Not 1/4 dengan harga 1 (satu) ketukan. Not yang mendapat satu bendera adalah Not 1/8 dengan harga 1/2 ketukan, dua bendera adalah Not 1/16 dengan harga 1/4 ketukan. Sejauh ini saya belum menemukan (mungkin ada) not dengan tiga bendera di dalam lagu-lagu not angka; jika ada maka not tersebut adalah Not 1/32 dengan harga 1/8 ketukan (Lihat Gambar!).
Not & Harga Not (Gambar: Koleksi Pribadi)

Kebanyakan lagu-lagu dalam Not Angka, bendera (garis di atas not) yang menentukan harga notasi tidak digunakan pada satu not yang berdiri sendiri atau not tunggal. Biasanya bendera (satu, dua atau tiga bendera), sejauh pengamatan saya, menghubungkan satu not dengan not yang lainnya. Dalam lagu di atas, bendera dipasang pada not tunggal yang sangat menyulitkan saya untuk menemukan cara yang tepat untuk membaca/menyanyikan dan memainkannya dengan musik. “Mungkinkah ada kesalahan?” Seperti yang sudah saya katakan di atas, tidak mungkin penulisan simbol bendera pada not tunggal tersebut “salah”, karena memang teks aslinya sudah seperti itu.

“Tetapi bagaimana membacanya atau menyanyikannya atau memainkannya?”

Saya mencoba mencermati kembali satu per satu yang tertulis di dalam teks lagu tersebut mulai dari Judul Lagu, Nada Dasar, Birama dan Isi Lagu dari awal hingga akhir. Masalah baru pun muncul ketika saya menemukan birama lagu yang ditulis adalah birama 6/8. “Kok bisa biramanya 6/8?” Padahal kalau mau dihitung-hitung, berdasarkan pemahaman saya, jumlah dan harga not yang ada di setiap birama di dalam lagu tersebut tidaklah sesuai. 6/8 artinya ada 6 not 1/8 yang menjadi patokan tempo.

Jika kita menghitung berdasarkan penulisan pada lagu di atas, not 1/8 berjumlah rata-rata hanya 2 not (bukan 6) di setiap biramanya. Bahkan secara kasat mata, saya menghitungnya hanya terdapat 3 ketukan di setiap biramanya. Pada birama pertama, misalnya, not 1/4 yang berharga 1 ketukan (tanpa bendera) hanya terdapat 2 not, dan not 1/8 yang berharga 1/2 (atau yang mendapat satu bendera) juga hanya ada 2 not. Berarti 1 + 1 + ½  + ½ = 3, atau secara berturutan bisa dihitung sebagai berikut: 1 + ½ + 1 + ½ = 3. “Lantas kenapa 6/8?” Lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul (Lihat Gambar: tulisan berwarna Hitam!).
Birama (Gambar: Koleksi Pribadi)

Segala upaya saya kerahkan untuk mengungkap rahasia di balik birama yang bertuliskan angka 6/8. Dari segi makna 6/8 yang sudah saya sebutkan di atas, sudah jelas tidak bisa membuat saya sampai pada sebuah kesimpulan yang tepat tentang cara membaca/menyanyikan/memainkan notasi lagu ini. Fakta dan data pada teks lagu telah membuktikan tidak terdapat unsur 6 dan 8-nya samasekali.

“Apakah 6/8 itu? Mengapa harus 6/8?” Sambil terus bertanya dalam hati, tiba-tiba muncul sebuah titik terang yang menjuruskan saya pada sebuah kesimpulan sementara yang mungkin saja akan menjadi kunci jawabannya. Saya teringat angka 6/8 juga ada pada jenis irama musik (style musik) yakni irama/style Slow Rock 6/8. Irama Slow Rock adalah irama 4 ketukan dengan 6 not 1/8 menjadi patokan tempo. Karena terdapat 4 ketukan dalam setiap biramanya maka 6 not 1/8 tersebut dikali 2 lagi (6x2) sehingga menjadi 12 not 1/8 di tiap birama. Atau, dengan kata lain, dalam 4 ketukan, terdapat 3 not 1/8 di setiap ketukannya; 4x3=12 (4 ketuk dikali 3 not 1/8 sama denga 12 not 1/8).

Berikut ini adalah cara membaca/menyanyikan/memainkan lagu DSL 108 dengan penulisan simbol notasi yang lain tanpa merubah komposisi lagu:   
Hasil Kerja Cara memebaca Notasi dengan birama 6/8 (Gambar: Koleksi Pribadi)

Hingga pada titik ini, tersingkaplah segala rahasia di balik angka 6/8 yang sempat membingungkan dan melelahkan karena telah begitu banyak menguras energi rasa dan energi pikir. Walaupun sempat “letih”, penyingkapan kode 6/8 ini kembali memberi energi dan spirit baru yang menyegarkan hati dan pikiran saya untuk terus menyingkap dan mengungkap segala tabir kegelapan yang masih penuh tanda tanya.

Tulisan ini merupakan catatan pribadi saya untuk mendokumentasikan hasil kerja saya secara mandiri dalam mengupayakan agar sedapat mungkin memahami (membaca/menyanyikan/memainkan) simbol notasi angka yang ada. Cara penulisan simbol notasi seperti yang terdapat pada teks DSL tersebut, menurut hemat saya, sudah jarang ditemukan/dipakai dalam pembuatan arransemen lagu dengan notasi angka dewasa ini. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa cara penulisan simbol pada lagu DSL tersebut adalah penulisan “gaya lama” yang sudah tidak dipakai lagi saat ini(?).

Di samping itu, tulisan inipun menjadi pelajaran yang mengingatkan diri saya sendiri agar ketika menemui arransemen lagu-lagu lain yang masih menggunakan cara penulisan simbol yang serupa, maka cara membacanya/menyanyikannya/memainkannya mengikuti pola yang ada. Upaya dan hasil kerja ini tentu masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan referensi yang saya miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk memberi pencerahan kepada kita semua.

Semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi dan memberi manfaat bagi sahabat-sahabat pemain musik gereja yang lain yang mungkin saja mengalami hal yang sama seperti yang saya alami sebelumnya. Shallom!

0 comments:

Post a Comment