Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH MUGER KUPANG
Pada beberapa tahun silam saya pernah disodorkan teks lagu
dalam notasi angka yang benar benar sangat membingungkan. Lagu tersebut adalah
lagu yang terambil dari himpunan nyanyian Dua Sahabat Lama (DSL) No 108
“PERSEMBAHAN DIRI”, salah satu lagu yang terdapat di dalam Liturgy Kebaktian
Minggu Pra Paskah (Minggu Sengsara). Lagu tersebut adalah lagu yang akan
dinyanyikan oleh para peserta Katekisasi pada prosesi Peneguhan dan Pemberkatan
sebagai anggota Sidi Baru.
Saya katakan sangat
membingungkan karena penulisan simbol-simbol notasi tersebut tidak sesuai
dengan apa yang telah saya pelajari dan pahami sebelumnya tentang membaca dan
memainkan notasi angka. Bahkan apa yang muncul dalam pikiran saya saat itu adalah
bahwa penulisan simbol notasi yang membingungkan
itu mungkin saja “salah”. Tetapi
apakah memang mungkin penulisan simbol-simbol tersebut “salah”(?), sedangkan lagu yang disodorkan adalah teks fotocopy yang berasal dari sumber asli,
DSL (Lihat gambar di atas!).
Mungkin untuk sebagian kalangan pemain musik hal ini tidak
membingungkan, tapi bagi saya yang pada saat itu baru mulai menekuni (mempelajari)
not angka dan lagu/musik gereja benar-benar merasa kewalahan alias tidak bisa memainkannya samasekali.
Mungkin pula, jika ada pemain musik yang telah mengetahui lagu tersebut (bisa
menyanyikan) tidak akan mengalami kesulitan seperti yang saya hadapi saat itu,
karena tidak perlu lagi bersusah payah membaca simbol-simbol notasi yang “salah” itu.
Dalam not angka, biasanya, terdapat birama yang terdiri
dari sejumlah ketukan: lagu dengan birama 1
ketuk, 2 ketuk, 3 ketuk, 4 ketuk, 5 (3+2) ketuk, 6 ketuk, 6 (3x2) ketuk, 9
(3x3) ketuk, dll. Setiap not atau simbol seperti titik (.) atau nol (0)
yang berdiri sendiri adalah Not 1/4
dengan harga 1 (satu) ketukan. Not yang mendapat satu bendera adalah Not 1/8
dengan harga 1/2 ketukan, dua bendera
adalah Not 1/16 dengan harga 1/4
ketukan. Sejauh ini saya belum menemukan (mungkin ada) not dengan tiga bendera di dalam lagu-lagu not
angka; jika ada maka not tersebut adalah Not
1/32 dengan harga 1/8 ketukan (Lihat
Gambar!).
Kebanyakan lagu-lagu dalam Not Angka, bendera (garis di atas not) yang menentukan harga notasi tidak
digunakan pada satu not yang berdiri sendiri atau not tunggal. Biasanya bendera
(satu, dua atau tiga bendera), sejauh
pengamatan saya, menghubungkan satu not dengan not yang lainnya. Dalam lagu di
atas, bendera dipasang pada not
tunggal yang sangat menyulitkan saya untuk menemukan cara yang tepat untuk membaca/menyanyikan
dan memainkannya dengan musik. “Mungkinkah
ada kesalahan?” Seperti yang sudah saya katakan di atas, tidak mungkin
penulisan simbol bendera pada not tunggal
tersebut “salah”, karena memang teks
aslinya sudah seperti itu.
“Tetapi bagaimana
membacanya atau menyanyikannya atau memainkannya?”
Saya mencoba mencermati kembali satu per satu yang tertulis
di dalam teks lagu tersebut mulai dari Judul Lagu, Nada Dasar, Birama dan Isi
Lagu dari awal hingga akhir. Masalah baru pun muncul ketika saya menemukan birama lagu yang ditulis adalah birama
6/8. “Kok bisa biramanya 6/8?”
Padahal kalau mau dihitung-hitung, berdasarkan pemahaman saya, jumlah dan harga
not yang ada di setiap birama di dalam lagu tersebut tidaklah sesuai. 6/8
artinya ada 6 not 1/8 yang menjadi patokan tempo.
Jika kita menghitung berdasarkan penulisan pada lagu di
atas, not 1/8 berjumlah rata-rata hanya 2 not (bukan 6) di setiap biramanya. Bahkan
secara kasat mata, saya menghitungnya hanya terdapat 3 ketukan di setiap
biramanya. Pada birama pertama, misalnya, not 1/4 yang berharga 1 ketukan (tanpa
bendera) hanya terdapat 2 not, dan not 1/8 yang berharga 1/2 (atau yang
mendapat satu bendera) juga hanya ada 2 not. Berarti 1 + 1 + ½ + ½ = 3, atau secara berturutan bisa dihitung
sebagai berikut: 1 + ½ + 1 + ½ = 3. “Lantas
kenapa 6/8?” Lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul (Lihat Gambar: tulisan berwarna
Hitam!).
Segala upaya saya kerahkan untuk mengungkap rahasia di
balik birama yang bertuliskan angka 6/8. Dari segi makna 6/8 yang sudah saya
sebutkan di atas, sudah jelas tidak bisa membuat saya sampai pada sebuah
kesimpulan yang tepat tentang cara membaca/menyanyikan/memainkan notasi lagu
ini. Fakta dan data pada teks lagu telah membuktikan tidak terdapat unsur 6 dan
8-nya samasekali.
“Apakah 6/8 itu?
Mengapa harus 6/8?” Sambil terus bertanya dalam hati, tiba-tiba muncul
sebuah titik terang yang menjuruskan saya pada sebuah kesimpulan sementara yang
mungkin saja akan menjadi kunci jawabannya. Saya teringat angka 6/8 juga ada
pada jenis irama musik (style musik)
yakni irama/style Slow Rock 6/8.
Irama Slow Rock adalah irama 4 ketukan dengan 6 not 1/8 menjadi patokan tempo.
Karena terdapat 4 ketukan dalam setiap biramanya maka 6 not 1/8 tersebut dikali
2 lagi (6x2) sehingga menjadi 12 not 1/8 di tiap birama. Atau, dengan kata
lain, dalam 4 ketukan, terdapat 3 not 1/8 di setiap ketukannya; 4x3=12 (4 ketuk
dikali 3 not 1/8 sama denga 12 not 1/8).
Berikut ini adalah cara membaca/menyanyikan/memainkan lagu
DSL 108 dengan penulisan simbol notasi yang lain tanpa merubah komposisi
lagu:
Hingga pada titik ini, tersingkaplah segala rahasia di
balik angka 6/8 yang sempat membingungkan dan melelahkan karena telah begitu
banyak menguras energi rasa dan energi pikir. Walaupun sempat “letih”, penyingkapan kode 6/8 ini
kembali memberi energi dan spirit baru yang menyegarkan hati dan pikiran saya
untuk terus menyingkap dan mengungkap segala tabir kegelapan yang masih penuh tanda tanya.
Tulisan ini merupakan catatan pribadi saya untuk
mendokumentasikan hasil kerja saya secara mandiri dalam mengupayakan agar sedapat
mungkin memahami (membaca/menyanyikan/memainkan) simbol notasi angka yang ada.
Cara penulisan simbol notasi seperti yang terdapat pada teks DSL tersebut,
menurut hemat saya, sudah jarang ditemukan/dipakai dalam pembuatan arransemen
lagu dengan notasi angka dewasa ini. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa cara
penulisan simbol pada lagu DSL tersebut adalah penulisan “gaya lama” yang sudah tidak dipakai lagi saat ini(?).
Di samping itu, tulisan inipun menjadi pelajaran yang
mengingatkan diri saya sendiri agar ketika menemui arransemen lagu-lagu lain
yang masih menggunakan cara penulisan simbol yang serupa, maka cara
membacanya/menyanyikannya/memainkannya mengikuti pola yang ada. Upaya dan hasil
kerja ini tentu masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan referensi
yang saya miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
memberi pencerahan kepada kita semua.
Semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi dan memberi
manfaat bagi sahabat-sahabat pemain musik gereja yang lain yang mungkin saja mengalami
hal yang sama seperti yang saya alami sebelumnya. Shallom!
0 comments:
Post a Comment