(Surat Kepada Sahabat-Sahabat GMIT-ku)
SYALOM! Surat ini saya sampaikan kepada semua sahabat
GMIT-ku di mana saja berada, yang bersimpati memperjuangkan cara/praktek
puji-pujian liturgi dan/atau puji-pujian jemaat yang baik, benar dan
bertanggung jawab sesuai dengan prinsip dan aturan dasar bernyanyi.
Cara/praktek
puji-pujian dimaksud adalah bernyanyi dengan mengikuti ‘apa yang dikehendaki’
(baca: tuntutan) dari sebuah lagu, bukan mengikuti kehendak kita yang
menyanyikannya. ‘Apa yang dikehendaki’ dari sebuah puji-pujian, mau tidak mau,
harus diikuti oleh kita semua demi dapat menjaga ‘jiwa/spirit’ puji-pujian
tersebut.
Untuk
mengikuti tuntutan lagu, dalam prakteknya, kita perlu memperhatikan seluruh
simbol/petunjuk notasi yang tertera di dalamnya, dan menyanyikannya dengan baik
dan benar. Surat ini pun perlu dimaknai sebagai sebuah “SOS” (pesan darurat
“Save Our Soul, pen) bagi kita semua untuk menyelamatkan puji-pujian kita yang
sudah dan sedang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Sahabat-sahabat GMIT-ku! Pada kesempatan
ini, saya sangat berharap dan meminta dukungan kita semua untuk mulai melakukan
‘action’; mereformasi kondisi puji-pujian kita (baca: cara/praktek bernyanyi)
mulai dari tempat kita masing-masing yakni tempat dimana kita hadir dan
berkarya.
Saya memohon
kepada sahabat-sahabatku yang mungkin dianugerahi talenta khusus dari ALLAH di
bidang seni musik dan suara, dan/atau bagi sahabat-sahabat yang oleh karena
latar belakang pendidikan memiliki pemahaman, pengetahuan dan kompetensi yang
lebih di bidang seni musik dan suara untuk mau membantu, memberi masukan (saran
dan kritik yang konstruktif) untuk membenahi kondisi puji-pujian kita.
Adalah satu
kebanggaan bila kita semua dapat berbuat sesuatu yang baik dan bermanfaat demi
memuji dan memuliakan TUHAN kita. Bukankah dengan demikian kita sedang melipat
gandakan talenta yang diberikan TUHAN kepada kita untuk kemudian
dipertanggungjawabkan kembali di hadapan hadirat-NYA?
Sahabat-sahabat GMIT-ku! Kita tentu bisa
melihat dan menyaksikan sendiri realita dari praktek puji-pujian kita yang,
kalau kita mau jujur, masih sangat jauh dari harapan kita bersama. Puji-pujian
liturgi/jemaat yang indah, yang menyentuh hati, yang bersemangat, dan lain-lain
yang mengekspresikan pergumulan rohani gereja dan nilai-nilai spiritualitas iman
Kristiani masih sangat jauh dari hakekatnya yang sebenarnya.
Mimpi tinggal mimpi adalah sebuah
ungkapan yang mungkin tepat untuk
merefleksikan harapan, keinginan, cita-cita dan impian kita semua untuk
melakukan puji-pujian yang baik dan benar yang tidak menyalahi prinsip/aturan
dasar, etika dan estetika berkesenian.
Mudah-mudahan
kita semua mempunyai pandangan yang sama akan realita yang ada, dan bertekad
untuk membenahi praktek puji-pujian kita menjadi lebih baik ke depan. Kita
semua harus bangkit, bergandengan tangan untuk mereformasi cara/praktek
bernyanyi yang salah yang sudah
berlangsung sekian lama.
Adalah
kewajiban kita semua untuk membuat mimpi itu menjadi kenyataan. Saya percaya
dengan tetap memohon penyertaan TUHAN di dalam setiap langkah dan usaha kita,
kita pasti sanggup merealisasikannya. (Bersambung)
0 comments:
Post a Comment