English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Thursday, January 23, 2014

SOS: Selamatkan Jiwa/Spirit Kekristenan…! (3)


(Surat Kepada Sahabat-Sahabat GMIT-ku)

“Back To Basic”

            Shabat-sahabat GMIT-ku! Kita sebagai warga gereja generasi penerus GMIT perlu memahami bahwa puji-pujian adalah salah satu hal penting dalam peribadatan kita. Sebagaimana persekutuan (baca: gereja) Kristen mula-mula adalah persekutuan yang berdoa dan persekutuan yang bernyanyi. Bagaimana mungkin kita sebagai penerus tidak peduli dengan puji-pujian (baca: bernyanyi)?
           
            Saatnya sekarang kita harus termotivasi untuk mulai menata dan membenahi semua kekurangan kita yang mungkin dapat dikatakan berada pada tahapan kronis.

Mungkin ada yang bertanya: “Bagaimana caranya?”

Saya menjawab: “Caranya sangat mudah dan simpel!”

Sahabat-sahabat GMIT-ku! Dalam mereformasi cara/praktek puji-pujian kita, kita tidak perlu muluk-muluk mencari metode pembelajaran yang sekiranya membingungkan kita sendiri. Saya tertarik untuk menggunakan istilah “back to basic”. Ya, sebuah istilah yang mengajak kita untuk “kembali ke asal/hakekat asal”.

Dalam hubungannya dengan melakukan puji-pujian, saya mengajak kita semua untuk kembali ke teks/notasi lagu asli yang merupakan asal-muasal dari setiap lagu/puji-pujian. Kita perlu kembali melihat dan mempelajari setiap lagu/puji-pujian (yang mungkin mudah/gampang menurut kita) sesuai dan/atau berdasarkan simbol/petunjuk notasi untuk bisa mengikuti ‘tuntutan’ dari lagu/puji-pujian tersebut. Setiap lagu/puji-pujian harus dilihat dan dipelajari kembali seolah-olah kita belum mengetahui lagu/pujian tersebut (mulai dari nol, pen). Pertanyaan seperti, “Sudah benarkah atau baikkah kita menyanyikan lagu ini sesuai teks?” harus selalu ada setiap kali kita mulai dan/atau selesai mempelajari sebuah lagu.

Sahabat-sahabat GMIT-ku! Dalam bernyanyi, kita perlu mengikuti dan menaati ‘apa kata teks/notasi’, bukan mengikuti ‘apa kata hati/selera/naluri’ kita, sehingga ‘jiwa dan spirit’ lagu/puji-pujian tetap ada dan terjaga.

Perlu kita ketahui bersama bahwa sudah sekian lama kita ‘tersesat’ dalam hal cara/praktek bernyanyi atau melakukan puji-pujian yang tidak benar. Kita cenderung bernyanyi sesuai selera/naluri ‘liar’ kita tanpa menghiraukan petunjuk/simbol notasi yang tertera di dalam sebuah teks lagu, yang sebenarnya adalah ‘jiwa/spirit’ dari lagu tersebut yang juga sekaligus mencerminkan ‘jiwa/spirit kekristenan’ kita.

Sudah saatnya kita harus mematikan selera/naluri ‘liar’ kita untuk tidak lagi ‘membunuh’ jiwa/spirit kekristenan kita di dalam setiap lagu/puji-pujian kita. Dengan demikian, dengan sendirinya kita turut menjaga dan memelihara kualitas lagu/pujian yang nota bene tercipta bukan karena semata-mata hasil karya manusia, melainkan juga berkat campur tangan TUHAN. (Bersambung)

0 comments:

Post a Comment