Masih berkenaan dengan
sanjungan yang dikemukakan oleh teman saya di atas (bahwa orang Kristen pandai bernyanyi), seharusnya kita malu, mulai kembali bercermin, dan secepat mungkin mulai berbenah diri.
Sanjungan tersebut sedianya
dijadikan sebagai cambuk untuk memacu
semangat kita mengejar ketertinggalan kita di dalam hal puji-pujian dan/atau bernyanyi. Kita harus mampu menjawab
kesimpulan orang-orang di luar sana bahwa orang
Kristen bisa dan pandai bernyanyi. Kita harus bisa membuktikan diri kita
bahwa kemampuan kita dalam hal bernyanyi
harus melebihi orang-orang di luar Kristen yang mana bernyanyi bukanlah perintah
agama mereka.
“Caranya…?”
Pertama; Merubah pola
pikir kita; bahwa bernyanyi
adalah sebuah kewajiban yang harus
dilakukan oleh orang Kristen (baca: warga GMIT) sebagai wujud ungkapan dan
puji-pujian kepada ALLAH. Melihat bahwa puji-pujian mendominasi di dalam
liturgi kebaktian kita, maka sepatutnya bernyanyi
diterima/diakui sebagai salah satu perintah
agama yang harus dijalankan oleh umat Kristen sendiri. Sebuah perintah yang pada kenyataannya harus/wajib/mutlak dilakukan oleh kita di
setiap kesempatan beribadah kepada ALLAH.
“Aktifitas apakah yang membedakan kita sebagai orang
Kristen dengan orang lain di luar Kristen dalam hal melakukan upacara keagamaan
atau sembahyang atau kebaktian?”
Ada kelompok agama
tertentu yang diperintahkan/diwajibkan
oleh agamanya untuk melakukan ritual dengan cara
tertentu dalam setiap peribadatan mereka; menari, bersyair, dan lain sebagainya. Untuk kita (orang Kristen
atau warga GMIT), cara tertentu yang
dimaksud di sini tidak lain dan tidak
bukan adalah bernyanyi atau biasa
disebut melakukan puji-pujian atau memuji
TUHAN.
Sebenarnya pola pikir seperti ini harus
ditumbuh-kembangkan di dalam alam pikir setiap orang Kristen. Jika tidak, maka
faktor ini pula yang akan menjadi penghambat utama bagi kita, orang Kristen--warga
GMIT, tidak bisa bernyanyi.
“Kaarrrnnaa…?”
Karena bernyanyi bukanlah sebuah faktor yang penting, sehingga kita tidak
perlu merasa terbebani untuk
mempelajari dan menguasainya. Malah di sebagian besar kalangan generasi muda,
jangankan diajak untuk latihan bernyanyi,
ketika berbicara saja tentang lagu/puji-pujian liturgi/jemaat, serta-merta
mereka mengatakan:
“Cape….deeehh!”
0 comments:
Post a Comment