English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Wednesday, April 2, 2014

OKB (2): “Wahai Warga GMIT-ku, Apakah Jawabmu?”


Saya pernah ditanya oleh seorang teman non Kristen dengan pertanyaan yang sebenarnya sederhana dan gampang tapi sangat sulit untuk dijawab, dan pertanyaan tersebut sekaligus merupakan sebuah tamparan keras bagi kita sebagai orang Kristen. 

Dibilang gampang karena memang pertanyaannya tidak sulit; tidak perlu hitung-kali-bagi menggunakan rumus-rumus tertentu untuk mendapatkan jawabannya. Namun dibilang sulit karena jawaban dari pertanyaan tersebut akan sangat berpengaruh pada citra kekristenan kita. Pertanyaan tersebut sebagai berikut:

“Semua orang Kristen pada pintar-pintar nyanyi, ya?”  

Saya persilahkan semua orang Kristen di seantero GMIT untuk menjawabnya.

Walaupun sudah dijawab bahwa tidak semua orang Kristen pandai bernyanyi, teman saya ini tidak percaya begitu saja, malah dipikirnya saya sedang memberikan jawaban yang sifatnya merendah di atas bukit. “Ha…ha…ta telek!”

“Aah..., tidak percaya!” bantahnya. “Soalnya yang saya tau, pada setiap upacara/sembahyang (baca: kebaktian) di gereja pasti ada ‘nyanyi’nya! Mana mungkin orang Kristen tidak bisa bernyanyi?! Bernyanyi kan ‘wajib’ bagi orang Kristen?! Saya ingin sekali belajar bernyanyi dari orang Kristen!” lanjutnya berharap.

Saya hanya diam seribu bahasa sambil terus mendengar apa yang dikatakannya. Dengan polosnya ia terus memuji dan memuji sambil memberikan contoh penyanyi-penyanyi idolanya yang berlatar belakang Kristen.

                Demikianlah pandangan orang-orang luar (baca: non Kristen) tentang orang Kristen dan ‘bernyanyi’. Pandangan sekaligus kesimpulan tersebut diambil karena mereka mengetahui, mendengar dan/atau menyaksikan sendiri kenyataan bahwa di setiap proses kebaktian orang Kristen pasti selalu terdapat puji-pujian (baca: aktifitas bernyanyi). Bahkan ada juga yang sempat mengungkapkan dengan penuh rasa heran:

“Dalam upacara atau kebaktian kedukaan dan pemakaman pun orang Kristen ‘bernyanyi’(?!)”

Lantas bagaimana tanggapan kita sebagai orang yang betul-betul Kristen, khususnya warga GMIT, terhadap apa yang telah menjadi kesimpulan ‘orang luar’ di atas? Bagaimana pula jika kita jujur menilai diri kita sendiri akan kemampuan ‘bernyanyi’ kita? Pedulikah kita akan hal ‘bernyanyi’? Bisakah kita ‘bernyanyi’ sama seperti anggapan ‘orang-orang luar’ tersebut? Anggaplah kalau kita bisa ‘bernyanyi’, apakah kita sudah melakukannya dengan baik dan benar? Apakah cara ‘bernyanyi’ kita sudah lebih baik dari orang lain yang bukan Kristen? Atau sebaliknya?

“Wahai…, warga GMIT-ku, apakah jawabmu…?”

               (Bersambung)

0 comments:

Post a Comment