JEMAAT DAN PUJI-PUJIAN JEMAAT
Yang dimaksud dengan puji-pujian jemaat di
sini adalah nyanyian yang dilakukan oleh jemaat atau lagu-lagu yang dinyanyikan
oleh jemaat sebagai tanggapan/respon jemaat terhadap setiap tahapan liturgy di
dalam sebuah kebaktian/peribadatan.
Di dalam kebaktian kita (Kebaktian Utama Minggu
dan/atau kebaktian lainnya) lagu-lagu yang dipakai adalah nyanyian/lagu yang betul-betul
mencerminkan nilai-nilai iman Kristiani, mengandung spiritualitas yang dalam
dan bermanfaat bagi pertumbuhan rohani, serta memperlihatkan pergumulan rohani
gereja-gereja di seluruh dunia. Kehadiran puji-pujian jemaat merupakan sebuah
kekayaan rohani gereja yang perlu dipertahankan, dilestarikan, dan dipergunakan
sebesar-besarnya hanya demi kemuliaan ALLAH semata.
Ditinjau dari makna dan esensinya, puji-pujian
jemaat adalah sebuah ungkapan iman jemaat dan/atau gereja akan kebesaran dan
kemuliaan ALLAH, SANG PENCIPTA langit dan bumi beserta segala isinya, akan
kasih karunia ALLAH di dalam YESUS KRISTUS sebagai TUHAN dan JURUSELAMAT, dan
akan penyertaan ALLAH di dalam ROH KUDUS di dalam kehidupan beriman kita
sehari-hari.
Sebagai ungkapan iman, maka semua individu yang
terlibat di dalam proses peribadatan/kebaktian selayaknya wajib berperan aktif
melaksanakan puji-pujian jemaat, bukan hanya pemandu pujian dengan diiringi
oleh organis/pianis seorang diri atau hanya majelis (penatua dan diaken) atau
pendeta seorang diri.
Puji-pujian jemaat adalah sebuah ungkapan iman,
respon dari dan oleh jemaat untuk ALLAH. Semua yang terlibat, tanpa kecuali, wajib (sekali lagi: WAJIB) melakukan puji-pujian jemaat hanya untuk kebesaran dan
kemuliaan ALLAH di tempat yang maha tinggi. Semua harus menjadi subyek pelaku (kalaupun disebut obyek
adalah obyek pelaku) di dalam
puji-pujian.
Dewasa ini, pada setiap peribadatan/kebaktian, tidak
dapat disangkal, selalu ada ketimpangan di dalam diri jemaat dalam melakukan
puji-pujian jemaat. Jemaat tanpa puji-pujian jemaat hampir (atau: sudah?)
menjadi hal yang wajar dalam setiap proses peribadatan/kebaktian kita. Jemaat
sering kali hanya bisa tertolong/terselamatkan oleh pemimpin pujian dan/atau
pendeta yang mampu/berusaha menyelesaikan puji-pujian jemaat dengan ‘selamat’.
Itu pun bukan berarti bahwa jemaat melakukan hal
yang sama dengan pemimpin pujian atau pendeta. Kolaborasi antara pemimpin
pujian dan pendeta menjadi satu-satunya pasangan
duet abadi pada setiap kebaktian. Jemaat sering kali diam dan tidak berbuat
apa-apa (pasif), seolah-olah jemaatlah yang layak menerima puji-pujian itu?!
“Siapakah kita (baca: jemaat), sehingga patut
mendapatkan puji-pujian tersebut?” “Hanya
ALLAH, hanya ALLAH, dan hanya ALLAH satu-satunya yang berhak atas puji-pujian
tersebut!”
Hal ini menjadi sebuah permasalahan serius yang
perlu dibenahi oleh semua pihak dalam institusi GMIT (gereja maupun jemaat itu
sendiri). Semua pihak perlu bercermin dan menata diri untuk bisa mencari tahu
kelemahan-kelemahan yang menyebabkan GMIT tertinggal jauh dalam hal puji-pujian
jemaat dengan gereja-gereja dari denominasi lain, sehingga perlu dipikirkan
sebuah terobosan baru untuk mengatasi masalah ini. (Bersambung)
Lihat tulisan sebelumnya!
Lihat tulisan sebelumnya!
0 comments:
Post a Comment