English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Thursday, February 27, 2014

Musik Pengiring & Puji-Pujian Jemaat


DILARANG SALING MENDAHULUI!

            “Saya bingung, musik pengiring yang harus mengikuti puji-pujian yang dilakukan jemaat atau puji-pujian yang dilakukan jemaat yang harus mengikuti musik pengiring?”

Demikian pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh seorang pendeta saat bincang-bincang di teras gereja seusai Kebaktian Utama Minggu. Sebuah pertanyaan yang mungkin saja ada di dalam benak kita, ketika kita melihat kenyataan adanya ketidakkompakan dan ketidakharmonisan antara musik pengiring dan puji-pujian yang dilakukan oleh jemaat dalam setiap proses peribadatan/kebaktian.
           
Pertanyaan di atas mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai pihak sesuai dengan sudut pandang masing-masing.

Ada yang mengatakan: “Sebagai pengiring, musiklah yang harus mengikuti atau menyesuaikan dengan puji-pujian yang dilakukan oleh jemaat!” Ada pula yang mengatakan sebaliknya: “Puji-pujian yang dilakukan oleh jemaatlah yang harus disesuaikan dengan musik pengiring!”

Dari jawaban-jawaban yang ada, sebenarnya dapat ditarik satu benang merah bahwa banyak orang yang sangat mendambakan adanya sebuah suasana kompak/harmonis pada musik pengiring dan puji-pujian jemaat, yang mana sudah sekian lama hampir tidak dijumpai dalam setiap proses peribadatan/kebaktian.

Suasana kompak/harmonis sudah menjadi barang antik yang tidak berharga untuk diburu. Kesemrawutan musik pengiring dan puji-pujian jemaat sudah menjadi menu wajib baik dengan maupun tanpa pemandu pujian.  Semoga ini tidak dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja yang tidak perlu dibenahi.
           
Secara sederhana, disebut musik pengiring berarti musik yang mengiringi puji-pujian. Namun pada saat iring-iringan terjadi, pertanyaannya: “Siapa harus mengikuti siapa? Atau siapa harus menunggu siapa? Atau siapa harus mengejar siapa?”

Pertanyaan lanjutannya: “Apakah musik pengiring yang sudah benar harus mengikuti atau menyesuaikan dengan puji-pujian jemaat yang dilakukan secara tidak benar tanpa memperhatikan tanda baca/simbol notasi yang benar sebagai aturan/prinsip dasar bernyanyi? Atau sebaliknya puji-pujian jemaat yang sudah benar sesuai petunjuk notasi harus mengikuti musik pengiring yang asal-asalan? Atau apa yang terjadi bila kedua-duanya sama-sama tidak menguasai aturan/prinsip dasar bermusik dan bernyanyi?”

            Sebenarnya persoalannya akan menjadi sederhana, jika baik pemain musik maupun pribadi-pribadi yang berpartisipasi dalam puji-pujian mau berpegang pada aturan/prinsip dasar bermusik dan bernyanyi atau paling tidak menguasai puji-pujian dengan baik, maka pertanyaan-pertanyaan di atas tidak perlu ada. Sebagaimana yang terjadi pada musik dan lagu modern (pop, rock, dll), pertanyaan-pertanyaan seperti itu hampir tidak pernah muncul sedikitpun, karena memang orang-orang yang bermusik/bernyanyi setidaknya belajar dan terus berlatih agar, paling tidak, dapat menguasai dengan baik musik dan/atau lagu tersebut. Kalaupun ada, itu hanya berlaku bagi oknum-oknum yang tidak begitu bersimpati dengan atau menutup diri terhadap seni musik dan suara.
           
Berbicara tentang musik pengiring, merujuk pada petunjuk notasi di dalam buku himpunan lagu Kidung Jemaat Edisi Harmoni (not balok) dan Kidung Jemaat Edisi Akord (not angka), seorang pemain musik memainkan melodi/ragam lagu sekaligus mengiringi (melakukan ritem) dengan harmoni nada dan akord yang tepat dan teratur. Jika musik pengiring memiliki peran demikian, maka peran jemaat atau siapapun yang terlibat di dalam melakukan puji-pujian adalah menyanyikan melodi/ragam lagu (baca: perkataan).

Kekompakan/keharmonisan dapat terjadi jika musik pengiring dan puji-pujian harus dimainkan/dinyanyikan sesuai dengan tanda baca/simbol notasi yang tertera dengan baik dan benar. Di sini dibutuhkan penguasaan yang baik dari para pelaku musik pengiring dan pelaku puji-pujian. Jika terjadi kepincangan pada salah satunya, maka yang namanya kompak/harmonis hanya tinggal mimpi.

Seharusnya saat musik pengiring dimainkan atau memberi aba-aba untuk bernyanyi, jemaat serta-merta bernyanyi dan bernyanyi. Sesuai dengan perannya, keduanya menjalankan tugas masing-masing: bermain musik dan bernyanyi sesuai dengan petunjuk-petunjuk notasi yang tepat dan teratur.

Dengan demikian, tidak perlu ada lagi pertanyaan-pertanyaan: “Siapa harus mengikuti atau menunggu atau mengejar siapa?”, karena yang dilakukan oleh pemain musik dengan sendirinya akan mendukung jemaat dalam melakukan puji-pujian, dan sebaliknya jemaatpun akan melakukan hal yang sama yang selaras dengan musik pengiring.

Ibarat sebuah arus lalu lintas, kita harus paham dan mentaati semua rambu-rambu notasi yang tertera untuk menjaga ketertiban dan keselamatan berlalu-lintas di dalam proses puji-pujian. Mengatur kecepatan tempo, menjaga/mematuhi jarak/harga nada agar tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya! Tidak sembarang parkir/berhenti pada tempat/bagian yang tidak seharusnya!

Jangan melambung! Dilarang saling mendahului satu dengan yang lainnya agar bisa tiba di tempat tujuan secara bersama-sama dengan selamat! Mengingat lalu lintas puji-pujian yang begitu padat, maka penugasan pemandu pujian sangat diperlukan sebagai pengatur arus lalu lintas puji-pujian.

Memang untuk menciptakan kekompakan/keharmonisan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena butuh proses panjang yang tentu akan sangat melelahkan. Namun bagi kita yang optimis, tidak ada kata ‘terlambat’ untuk memulainya karena kekompakan/keharmonisan sedang menunggu di depan kita. Keterlibatan semua pihak, khususnya institusi gereja, sangat dibutuhkan dalam proses pembinaan jemaat untuk mencapai tujuan dimaksud.

Perlu ditambahkan pula disini, bahwa sebagai orang Kristen, kita seharusnya memiliki pengetahuan/kemampuan yang lebih (baca: di atas rata-rata) dari orang lain dalam hal bernyanyi/melakukan puji-pujian yang baik dan benar. Bukankah melakukan puji-pujian atau bernyanyi adalah hal mutlak dan wajib dalam setiap peribadatan/kebaktian kita?  

0 comments:

Post a Comment