MASALAH UTAMA (DIALOG-1)
Tulisan sebelum: NUANSA & HIKMAT (PENDAHULUAN)
Dari
balik konsistori gereja, terdengar percakapan serius antara pendeta dan pemain
organ gereja (organis). Pokok pembicaraannya berkisar pada ‘Musik dan Puji-pujian Pengiring Liturgi’. Berikut ini adalah
petikan dialog antara seorang pendeta yang peduli dengan Musik dan Puji-pujian Pengiring Liturgi dan organis:
“Maaf,
tadi nyanyiannya agak kurang pas, ya? Maksudnya tidak sinkron antara yang
bernyanyi dan iringan musik!” tanya pendeta memulai percakapan.
“Oh,
iya, pak! Memang kurang pas!” jawab organis pasti.
“Kira-kira
apa masalahnya…? Soalnya di kebanyakan Gereja (baca: GMIT) yang pernah saya
pimpin, hampir selalu menemui masalah yang sama!” lanjut pendeta berkeluh
kesah.
“Ya,
kira-kira begitu! Dan sepertinya akan tetap begitu seterusnya!” jawab organis seadanya.
“Hmm?
Kenapa bisa begitu, ya? tanya pendeta antusias.
“Soalnya
yang saya lihat selama ini, pada umumnya warga gereja/jemaat (baca: warga GMIT)
tidak menguasai lagu-lagu yang ada di dalam liturgi; baik itu lagu-lagu di
Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), dan Nyanyikanlah Kidung Baru
(NKB) secara baik dan benar! Mereka
merasa ketidaktahuan mereka adalah hal biasa dan bukan urusan mereka. Saya
tidak tahu ini salah siapa! Tapi sepertinya untuk membenahinya, kita butuh
proses pembelajaran yang serius dan panjang! Yang lebih memprihatinkan lagi,
pak, generasi muda hari ini sudah tidak lagi berminat untuk mempelajari
lagu-lagu tersebut! Menurut mereka lagunya ‘jadul’
(jaman dulu = kuno, pen), tidak bersemangat dan seterusnya! Bahkan ada kalangan
tertentu yang mencap lagu-lagunya tidak menghadirkan kuasa Roh Kudus! Lagu-lagu
pop rohani yang ada di Cassette dan CD lebih mantap!” jawab organis mengritik.
“Iya,
ya…?” pendeta tertegun. “Sebenarnya ini juga salah dari kita-kita sebagai
pemimpin umat, sudah sejak lama kita selalu menyepelekan hal-hal yang
berhubungan dengan puji-pujian! Jangankan jemaat, pendeta-pendeta pun kadang
tidak menguasai lagu-lagu dengan baik dan
benar! Padahal dalam satu kebaktian, puji-pujian juga memegang peranan yang
sangat penting!” jawabnya terus terang. “Khotbah boleh bagus, lain-lainnya
boleh bagus, tapi kalau puji-pujiannya amburadul, ya, kebaktiannya menjadi
tidak hikmat, nilai kekudusannya menjadi tidak ada! Dan lagi, bisa jadi kita
semua pulang tapi tidak membawa damai sejahtera!” lanjutnya prihatin.
“Iya, pak!
Menurut saya, ini hal serius yang harus menjadi fokus perhatian bagi kita semua
baik sebagai Pemimpin umat maupun warga gereja/jemaat mulai dari sekarang! Saya
khwatir, dalam perkembangan mendatang, lagu-lagunya (KJ, PKJ, NKB, Mazmur,
Nyanyian Rohani, dll) tidak lagi diminati sama sekali oleh generasi muda! Dan
lagi, kalau boleh saya katakan, pak, generasi muda saat ini telah mewarisi cara
dan/atau kebiasaan yang salah terhadap penerapan lagu-lagu tersebut! Tidak bisa
dipungkiri jika lagu-lagunya sudah dibawakan dengan cara yang salah sejak
turun-temurun; mengabaikan aturan-aturan standard (nilai, harga dan karakter
notasi, tempo, dinamika dan perasaan) dalam bernyanyi dan bermusik! Sehingga generasi yang hidup di tengah
perkembangan musik modern tentu pindah ke
lain hati. Mereka akan bertanya-tanya, kenapa lagu-lagu yang dinyanyikan di
Gereja terdengar aneh dan tidak beraturan! Sedangkan musik modern memiliki
keteraturan yang jelas, tidak menyalahi prinsip-prinsip dasar bermusik/bernyanyi,
dan apalagi perkembangan musik modern sesuai dengan kondisi zaman saat ini!” jelas
organis.
“Betul
sekali!” pendeta membenarkan. “Padahal kalau mau dilihat, lagu-lagunya
merupakan suatu kekayaan rohani gereja di seluruh dunia, sarat dengan
nilai-nilai Iman Kristiani, mengandung spiritualitas yang dalam dan bermanfaat,
dan memperlihatkan pergumulan rohani dari gereja-gereja. Lagu-lagunya pun
adalah lagu-lagu yang sudah popular di Gereja-gereja baik di daerah-daerah di
Indonesia maupun di dunia. Saya rasa lagu-lagunya memiliki warna tersendiri yang tidak dimiliki oleh lagu-lagu kontemporer.
Tapi bagaimana kita bisa meyakinkan Jemaat (generasi muda) untuk kembali
mencintai lagu-lagu tersebut? Mungkin perlu ada penjelasan khusus dari segi musikalitasnya, atau dari sudut pandang
lain? Soalnya kita harus mulai berbenah dari sekarang!” lanjutnya serius.
Bersambung ke: FAKTOR PENYEBAB (DIALOG-2)
0 comments:
Post a Comment