English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Sunday, February 2, 2014

Spirit Musik & Puji-Pujian Pengiring Liturgi (2)


MASALAH UTAMA (DIALOG-1)
Tulisan sebelum: NUANSA & HIKMAT (PENDAHULUAN)

            Dari balik konsistori gereja, terdengar percakapan serius antara pendeta dan pemain organ gereja (organis). Pokok pembicaraannya berkisar pada ‘Musik dan Puji-pujian Pengiring Liturgi’. Berikut ini adalah petikan dialog antara seorang pendeta yang peduli dengan Musik dan Puji-pujian Pengiring Liturgi dan organis:

            “Maaf, tadi nyanyiannya agak kurang pas, ya? Maksudnya tidak sinkron antara yang bernyanyi dan iringan musik!” tanya pendeta memulai percakapan.

            “Oh, iya, pak! Memang kurang pas!” jawab organis pasti.

            “Kira-kira apa masalahnya…? Soalnya di kebanyakan Gereja (baca: GMIT) yang pernah saya pimpin, hampir selalu menemui masalah yang sama!” lanjut pendeta berkeluh kesah.

            “Ya, kira-kira begitu! Dan sepertinya akan tetap begitu seterusnya!” jawab organis seadanya.

            “Hmm? Kenapa bisa begitu, ya? tanya pendeta antusias.

            “Soalnya yang saya lihat selama ini, pada umumnya warga gereja/jemaat (baca: warga GMIT) tidak menguasai lagu-lagu yang ada di dalam liturgi; baik itu lagu-lagu di Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), dan Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) secara baik dan benar! Mereka merasa ketidaktahuan mereka adalah hal biasa dan bukan urusan mereka. Saya tidak tahu ini salah siapa! Tapi sepertinya untuk membenahinya, kita butuh proses pembelajaran yang serius dan panjang! Yang lebih memprihatinkan lagi, pak, generasi muda hari ini sudah tidak lagi berminat untuk mempelajari lagu-lagu tersebut! Menurut mereka lagunya ‘jadul’ (jaman dulu = kuno, pen), tidak bersemangat dan seterusnya! Bahkan ada kalangan tertentu yang mencap lagu-lagunya tidak menghadirkan kuasa Roh Kudus! Lagu-lagu pop rohani yang ada di Cassette dan CD lebih mantap!” jawab organis mengritik.

            “Iya, ya…?” pendeta tertegun. “Sebenarnya ini juga salah dari kita-kita sebagai pemimpin umat, sudah sejak lama kita selalu menyepelekan hal-hal yang berhubungan dengan puji-pujian! Jangankan jemaat, pendeta-pendeta pun kadang tidak menguasai lagu-lagu dengan baik dan benar! Padahal dalam satu kebaktian, puji-pujian juga memegang peranan yang sangat penting!” jawabnya terus terang. “Khotbah boleh bagus, lain-lainnya boleh bagus, tapi kalau puji-pujiannya amburadul, ya, kebaktiannya menjadi tidak hikmat, nilai kekudusannya menjadi tidak ada! Dan lagi, bisa jadi kita semua pulang tapi tidak membawa damai sejahtera!” lanjutnya prihatin.

“Iya, pak! Menurut saya, ini hal serius yang harus menjadi fokus perhatian bagi kita semua baik sebagai Pemimpin umat maupun warga gereja/jemaat mulai dari sekarang! Saya khwatir, dalam perkembangan mendatang, lagu-lagunya (KJ, PKJ, NKB, Mazmur, Nyanyian Rohani, dll) tidak lagi diminati sama sekali oleh generasi muda! Dan lagi, kalau boleh saya katakan, pak, generasi muda saat ini telah mewarisi cara dan/atau kebiasaan yang salah terhadap penerapan lagu-lagu tersebut! Tidak bisa dipungkiri jika lagu-lagunya sudah dibawakan dengan cara yang salah sejak turun-temurun; mengabaikan aturan-aturan standard (nilai, harga dan karakter notasi, tempo, dinamika dan perasaan) dalam bernyanyi dan bermusik!  Sehingga generasi yang hidup di tengah perkembangan musik modern tentu pindah ke lain hati. Mereka akan bertanya-tanya, kenapa lagu-lagu yang dinyanyikan di Gereja terdengar aneh dan tidak beraturan! Sedangkan musik modern memiliki keteraturan yang jelas, tidak menyalahi prinsip-prinsip dasar bermusik/bernyanyi, dan apalagi perkembangan musik modern sesuai dengan kondisi zaman saat ini!” jelas organis.

“Betul sekali!” pendeta membenarkan. “Padahal kalau mau dilihat, lagu-lagunya merupakan suatu kekayaan rohani gereja di seluruh dunia, sarat dengan nilai-nilai Iman Kristiani, mengandung spiritualitas yang dalam dan bermanfaat, dan memperlihatkan pergumulan rohani dari gereja-gereja. Lagu-lagunya pun adalah lagu-lagu yang sudah popular di Gereja-gereja baik di daerah-daerah di Indonesia maupun di dunia. Saya rasa lagu-lagunya memiliki warna tersendiri yang tidak dimiliki oleh lagu-lagu kontemporer. Tapi bagaimana kita bisa meyakinkan Jemaat (generasi muda) untuk kembali mencintai lagu-lagu tersebut? Mungkin perlu ada penjelasan khusus dari segi musikalitasnya, atau dari sudut pandang lain? Soalnya kita harus mulai berbenah dari sekarang!” lanjutnya serius.

Bersambung ke: FAKTOR PENYEBAB (DIALOG-2)

0 comments:

Post a Comment