English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Tuesday, April 11, 2017

Praktek Nyanyian Jemaat Sebagai Sebuah Warisan (2/6)



Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah Rumah MUGER Kupang
Gambar: youtube

Nyanyian Jemaat yang dimaksud dalam pembahasan kali ini adalah lagu-lagu yang dipakai dan/atau dinyanyikan oleh jemaat di setiap kebaktian, baik pada Kebaktian Utama Minggu (KUM) maupun pada kebaktian-kebaktian lainnya. Nyanyian-nyanyian jemaat yang sering/selalu dipakai terambil dari berbagai himpunan (buku) lagu antara lain: Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB), Nyanyian Rohani (NR), Mazmur, Tahlil, dll.

Kita harus jujur bahwa praktek nyanyian jemaat yang terjadi selama ini di dalam jemaat di lingkup GMIT masih jauh dari harapan. Menyanyi yang baik dan benar telah menjadi masalah serius secara turun-temurun. Jemaat yang sekarang mewarisi cara bernyanyi jemaat terdahulu, yang mana cara bernyanyi yang diwarisi tersebut bisa jadi adalah cara bernyanyi yang baik dan benar, tetapi juga bisa jadi adalah cara yang buruk dan salah.

Warisan cara bernyanyi yang baik dan benar perlu dijaga dan dipertahankan, sedangkan cara bernyanyi yang buruk dan salah perlu/segera diperbaiki agar tidak merusak lagu/pujian, tidak menghilang roh/jiwa dari nyanyian, dan yang terpenting adalah tidak merendahkan atau bahkan membunuh spirit kekristenan kita di hadapan kita sendiri sebagai orang Kristen warga GMIT yang berada di tengah-tengah denominasi lain, maupun di hadapan orang-orang non-Kristen.

“Bagaimana kita bisa mengetahui cara bernyanyi yang diterapkan sudah baik dan benar atau buruk dan salah?”

Berbicara tentang cara bernyanyi, maka kita pasti akan berbicara tentang teknik dasar olah vokal, membaca notasi, dan yang tidak kalah penting adalah memainkan alat musik pengiring untuk mengiringi nyanyian jemaat. Memang rumit, tapi itulah konsekuensi kita sebagai Kristen atau sebagai orang Kristen. Kita sebagai orang Kristen mau tidak mau harus mau untuk mempelajari semuanya itu agar cara bernyanyi kita dapat dipertanggungjawabkan baik secara teori, etika maupun estetika berkesenian,

Hal-hal yang mendukung terciptanya cara bernyanyi yang baik dan benar di atas sebenarnya dapat dipelajari melalui banyak cara: kursus-kursus, belajar pada orang-orang yang sekiranya memiliki talenta bernyanyi, membaca notasi, dan bermain musik yang baik, melalui buku-buku, dan yang termudah saat ini adalah belajar dari media-media online yang menyediakan materi-materi olah vokal, notasi, dan musik. 

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengetahui cara bernyanyi yang baik dan benar atau yang buruk dan salah di atas, ada satu langkah awal terbaik yang harus ditempuh yakni kembali ke sumber/teks lagu. Jemaat/gereja harus membiasakan diri untuk bernyanyi berdasarkan atau sesuai dengan sumber/teks lagu. Ini merupakan langkah awal untuk dapat memperbaiki cara-cara bernyanyi yang buruk dan salah.   

Sumber/teks lagu adalah hal penting yang perlu diperhatikan. Yang terjadi selama ini di dalam jemaat/gereja adalah sumber/teks lagu seringkali diabaikan begitu saja hanya karena lagu-lagu yang akan dinyanyikan dianggap gampang atau sering disebut sebagai lagu lama. Padahal anggapan-anggapan tersebut belum tentu gampang di dalam praktek yang sesungguhnya.

Jika kita bernyanyi menggunakan sumber/teks lagu, setidak-tidaknya kita dapat didorong untuk bernyanyi mengikuti petunjuk-petunjuk atau simbol-simbol notasi yang ada di dalam sebuah lagu. Notasi dan simbol-simbol notasi yang terdapat di dalam sebuah lagu secara jelas menunjukkan bentuk, jiwa, dan spirit dari lagu tersebut. Mengabaikan salah satu simbol notasi saja sama dengan merusak bentuk, “membunuh” jiwa dan spirit dari lagu yang dinyanyikan, dan juga merusak karya cipta dari sang pencipta lagu. (Bersambung)

Sebelumnya: CatatanPengantar (1/6).

Selanjutnya: Nyanyian Jemaat Adalah Hymne (3/6)     

0 comments:

Post a Comment