Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH
MUGER Kupang
Pada tanggal 6 Januari 2015 lalu Fanpage Facebook RumahMuger Kupang dimana saya sendiri yang menjadi administratornya mendapat
pertanyaan dari bapak El Po, seorang pemain musik gereja GMIT asal Bajawa yang
melayani di GMIT Ebenhaezer Bajawa. Pertanyaan
tersebut menurut saya adalah pertanyaan yang sangat menarik, karena merupakan
sebuah pertanyaan yang memperlihakan masalah serius yang sudah dan sedang (atau
mungkin akan) terjadi pada musik
pengiring liturgy. Kiranya apa disebut sebagai masalah dalam musik pengiring liturgy ini bisa menjadi perhatian
pihak-pihak terkait khususnya di Sinode GMIT.
Terus terang, pertanyaan yang diajukan oleh pak El Po
tersebut sebenarnya merupakan cermin kebingunan dari sebagian dan/atau
kebanyakan (termasuk saya) pemain musik gereja di GMIT yang peduli dengan
praktek musik pengiring gerejawi
khususnya pada saat Kebaktian Utama Minggu. Disebut sebagai cermin
kebingungan karena jika kita melihat kenyataan/praktek musik pengiring liturgy
di gereja-gereja yang bernaung dalam GMIT saat ini sangatlah beragam dan bervariasi (“Berbeda-beda dan
tidak satu”), dan bahkan keberagaman tersebut cenderung menghilangkan jati diri, jiwa dan spirit yang
terkandung dalam setiap lagu-lagu yang ada (saya lebih cenderung mengatakannya
sebagai: “Membunuh jiwa dan spirit
kekristenan kita”).
Berikut ini adalah catatan pertanyaan dari bapak El Po yang
mampir di page RUMAH MUGER, dan
jawaban/tanggapan yang saya berikan sebagai tuan rumah (administrator) Page RUMAH
MUGER. Catatan: Berhubung pertanyaan
dan jawaban menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari, maka pertanyaan dan
jawaban tersebut telah melalui proses pengeditan dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). (Klik untukmelihat tanya-jawab di Page RUMAHMUGER!)
Pertanyaan
(El Po):
Shalom, om! Saya di Bajawa. Saya mau tanya, kalau musik
yang cocok untuk mengiringi liturgia KUM (Kebaktian Utama Minggu) itu apa, ya? Saya
bingung dengan musik gereja GMIT karena ada yang menggunakan style ada yang
menggunakan string. Mana yang benar ni? Mohon jawabanya.
Jawaban
(Rumah Muger):
Syalom, om! Sebenarnya sulit juga
untuk mengatakan mana yang benar; "dengan atau tanpa style(?)",
sepanjang kita tidak merubah harga notasi dari lagu yang dimainkan. Perlu
diingat, kecenderungan menggunakan style musik bisa merubah lagu-lagu yang ada
menjadi serba pop atau serba dangdut atau serba rock'n roll, dll, padahal
lagu-lagu kita adalah lagu/musik bergenre klasik,
dan masuk dalam kategori hymn dan anthem, jadi seharusnya
dibawakan/dinyanyikan dengan penuh hikmat.
Penggunaan style musik dalam hal
ini harus hati-hati. Kalau saya pribadi, pada saat KUM (Kebaktian Utama Minggu),
saya lebih senang bermain tanpa style
musik, saya biasa menggabungkan suara piano dan string dan/atau piano dan orgen
(pipe orgen). Tetapi untuk kebaktian di luar KUM (syukuran, dll) saya biasa bermain
dengan style supaya terkesan lebih
santai, tapi tetap bermain dengan ketukan/harga notasi yangg seharusnya.
Jadi memang kalau kita ingin
bermain dengan style, maka kita harus
menggunakan style yang tepat, karena
saat KUM tidak sama dengan saat pementasan/konser. Tapi saya lebih menyarankan,
kalau boleh saat bermain di KUM sebaiknya tanpa menggunakan style. Banyak pemain musik gereja yang
salah kaprah dalam hal ini. Maaf, om, saya terlalu banyak tulis, bukan brmaksud
untuk menggurui. Saya juga adalah pemain musik gereja yang masih terus dan terus
belajar dari berbagai sumber/referensi. Yang penting kita berusaha untuk tetap
mempertahankan ciri khas dari lagu-lagu kita. Apalagi lagu-lau kita memang
sangat berbobot dari segi musikalitasnya. Terima kasih! Gbu!
Balasan (El Po):
Terima kasih banyak, om, atas
infonya! Saya sudah 16 tahun iring KUM, dll di gereja GMIT Ebenhaezer Bajawa. Saya
selalu menjaga permainan menggunakan string dan di-combine dengan piano. Hanya memang sering mendapat sorotan dari
jemaat bahwa musik kita tidak seperti di gereja GMIT yang lain. Saya pernah
mendapat bimbingan dari UPTD Kesenian Daerah NTT, pada masa Pak Jony Thedenz. Kami
bergabung dengan teman-teman dari Katolik dan waktu itu yang membina kami
termasuk Pak Ronald dari Pusat Musik Liturgi Jogjakarta dan Pak Johny Riwu Tadu
dari GMIT.
Sungguh luar biasa pengalaman
itu sehingga saya tetap mempertahankan pengiringan musik seperti itu. Sayangnya
bahwa ketika bulan lalu saya ke Kupang dan keliling beberapa gereja GMIT
mengikuti KUM tapi musik liturgia yang mereka tampilkan seperti pop dan pada
akhirnya napas dari lagu apalagi notasi dan harga lagu selalu diabaikan. Misalnya
pada lagu PKJ Nomor 43: Tuhan Kami Berlumuran Darah, mereka mainkan dengan
style sehingga menghilangkan napas lagu yang sesungguhnya dinyanyikan dengan
penuh pengakuan dan permohonan namun dinyanyikan secara pop. Sungguh saya
sesalkan ini.
Tapi sayangnya, Sinode GMIT
mungkin belum merasa terusik dengan hal ini. Harusnya semua Ketua Majelis
Klasis (KMK) dikumpulkan dan diberikan pemahaman yang sama dalam rangka
pembinaan musik gerejawi di setiap aras jemaat. Selanjutnya pembinaan dari KMK
kepada para pendeta dan terus kepada para organis gereja, sehingga seragamkan
warna musik gerejawi GMIT. Saya merasakan sesuatu keindahan harmonisasi ketika
mengikuti ibadah di gereja Katolik. Mereka sangat konsisten dengan musik
liturgi, semuanya seragam. Kenapa kita tidak bisa memulai untuk itu?
Saya kuatir suatu saat, liturgia
gereja kita seperti acara di Diskotik atau Pub atau Karaoke. Padahal kita juga
sudah punya STAKN Kupang yang memiliki jurusan Khusus Musik Gerejawi. Peranan
STAKN juga penting untuk pembaharuan dan revolusi musik gerejawi GMIT
khususnya. Sekali lagi, saya merasa terbantu dengan posting Bapak pada bagian
ini. Semoga Tuhan memberkati kita dalam tugas dan pelayanan ini. Salam dan
hormat, dari saya, Elpo.
Balasan (Rumah Muger):
Saya setuju dengan pendapat om
Elpo. Saya memang baru mulai belajar musik gerejawi terutama mengiringi pujian
liturgi/gerejawi pada tahun 2005. Dan saya sangat menikmati jenis lagu yang ada
di GMIT. Mudah-mudahan kalau Tuhan berkenan kita bisa bertemu. O ya, kalau sekali-kali
datang ke Kupang, om Elpo bisa ikut kebaktian di gereja saya: GMIT Jemaat
Gunung Sinai Naikolan.
Bisa gabung di:
- Fb: Gmit Jemaat Gsn,
- Group Fb: JGSN GROUP,
- Page: JGSN Fanspage, &
- Blog: http://gmitgsn.blogspot.com). Shalom! Gbu!
[Segera hadir: artikel-artikel
tentang musik & pemain gerejawi di RUMAH MUGER Kupang]